Selasa, 10 November 2009

>>November... for You (In memorian)<<

Tiada lelah bagimu untukku
Menantiku disebuah gerbang yang tak kukenal sebelumnya
Tiada bosan bagimu untukku
Yang kubawa bukanlah sebuah kado istimewa
Tapi lumbung derita penuh hikmah

Ingatkah dulu...tangisku!
Hanya sebuah penderitaan bagimu kelak
Hanya menambah beban bagimu kelak
Tapi bagimu...itu Hikmah dari-Nya

Ingatkah dulu...genggamanku!
Hanya sebuah komitmen yang tak jelas kemana
Hanya janji yang tak bermaterai
Bagimu...itu kau percaya

Kala itu matahari telah terbenam
Putaran waktu bukanlah sebab
Tapi memang niscaya adanya
Lelaki itu telah lahir...
November...
Senja musim penghujan

On November

1 /Ingatan Lalu
Buruk kenangan kini usang
Terhempas sepi setahun silam
Mata sipitmu itu tak lagi nampak disela tawamu
Senyum sinismu itu tak lagi temani disela candamu bersamaku
Itu dulu...setahun yang lalu dan sebelumnya
Selama 5 tahun kita mengangkat suatu ikatan
Saudara...saudara...saudara...
Bersama yang lain

2 /Untukmu Teman (by :GIGI)
Wahai temanku dan sahabatku
Terima kasih atas waktumu
Yang kau berikan selama ini
Rasa tulusmu dan rasa hormatmu
.................
Perpisahan...tak melepas ikatan kita
Hanya Teman...yang sejati takkan menghilang
Tapi kini kau ....berada di tempat yang seharusnya
Akan aku tuju juga, tapi kau mendahuluiku...

3 /Wajar...jika
Bukan penguasa jika Dia tak punya kehendak
Bagi-Nya... apapun adalah miliknya
Dan Wajar jika Dia mengambilnya kembali
Bukan Pencipta jika Dia tak mampu menghidupkan dan mematikan
Bagi-Nya ...apapun mudah
Dan Wajar jika Dia mengambilnya juga

4 /Akhir sebuah cerita ...
Banyak cerita dari teman tentang senja
Dengan harapan dan akhir yang indah
Pelukis yang hebat pun ragu
Memaknai ciptaannya sebatas keindahan
Akhir seperti apa yang akan muncul
Selanjutnya...
Tertinggal sebuah Nisan dengan nama seorang Penyair
Di sampingnya selembar kertas dari sahabat karibnya
Dituliskan sebait puisi
Puisi tentang perjalanan manusia hingga berakhir
Dengan judul ...”Akhir Sebuah Cerita”

Rabu, 28 Oktober 2009

You Know " Demokrasi Indonesia"


"Yang jelas, tidak mungkin kami dengan gegabah dan menetapkan begitu saja calon-calon menteri. Ini kredibel, akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan. Kalau masih ada (pihak) yang tidak puas, itu wajar,"
…istana Merdeka-21/10/2009_Jumpa Pers Presiden SBY-Boediono

…tidak ada yang menyalahkan kalimat dari Pasangan pemimpin kita yang baru… it’s a democration….tapi pemberitaan yang terus menerus terlihat dan terdengar diberbagai media massa merupakan bukti ketakpuasan rakyat kepada pemimpinnya , walaupun yang berkomentar adalah orang yang berpengaruh dalam pemerintahan atau sedang menjabat di suatu institusi pemerintahan yang telah exit dalam system lalu, tapi hematku bukan suatu kekecewaan.

Kesan adalah hal pertama dari suatu kejadian. Dan responnya adalah negatif atau positif. Berubah oleh adanya feed back yang merespon tindakan itu. Bukannya juga karena bukan jagoan yang terpilih, tapi simpati dan sangat etis lah dengan pemberitaan tersebut, mungkin saja sebagai awal pemerintahan…inilah budaya demokrasi yang kita anut. Ketakpuasan dan kekecewaan sering terjadi seiring dengan kemunculan hal berbau negatif.

Tapi tuk Indonesia, anything and everything is the best for you, bukan untuk memecah ataupun kekecewaan yang kami munculkan buat pemimpin baru kita.

Langit biru nan luas
Samudera Hindia dan Pasifik yang membentang
Pulau-pulau dari Sabang hingga Merauke
Hanya Indonesia, negaraku dan bangsaku
I Love You Full Indonesia, Peace!

addict : Sumpah Pemuda / 28 Oktober

Minggu, 23 Agustus 2009

Mana Yang Lebih banyak Diskonnya?

Jam istirahat sekolah sudah usai, tepatnya pukul 10.00. Teman-temanku berlarian masuk ke kelas, tapi aku santai saja, Pak Guru yang mengajar pada jam pelajaran ini belum datang, saat itu aku berada tepat di belakang kelas dan juga dekat dengan kantin sekolah, maklum kelasnya adalah kelas pembuangan, jadi dekat dengan kantin, bercanda, mana ada kelas pembuangan, orangnya cerdas kok. Lebih 10 menit kuperhatikan jam di tanganku, kemudian kuintip lewat jendela kelasku ternyata Pak Guru yang mengajar sudah ada di dalam kelas. Waduh…terlambat lagi, pikirku. Kemudian aku berlari menuju kelas, mudah-mudahan diizinkan masuk mengikuti mata pelajaran itu.

Tepat depan pintu kelas aku mengucapkan salam. Dengan ragu aku masuk kelas dan sedikit hati-hati menuju tempat duduk dekat Pak Guru berdiri. Alhamdulillah, akhirnya tidak dapat hukuman. Saat itu aku belajar Pendidikan Agama Islam, dan juga dalam suasana bulan Ramadhan. Mungkin karena bulan Ramadhan Pak Guru tidak marah, asyik sekali yah kalau suasananya ramadhan. Dalam pelajaran itu kami belajar tentang Rukun iman dengan sub bahasan tentan puasa, karena bulan itu adalah bulan suci ramadhan. Pak Guru bercerita tentang pahala-pahala yang ada dalam bulan suci ramadhan, keunggulannya dibandingkan dengan bulan yang lain dan lain-lain.

Dalam pelajaran itu kami belajar berkelompok dan kami mendiskusikan tentang “ Pahala Puasa”. Dan saat itu kelompok yang pertama memimpin diskusi adalah kelompok A, yaitu kelompok dimana salah satu anggotanya adalah saya sendiri. Dalam diskusi itu kelompok kami mengangkat tema tentang Diskon dalam bulan suci ramadhan. Temanya sedikit aneh, tapi inspirasi tema ini kita ambil karena kebetulan sebelum istirahat kami belajar Ekonomi, jadi sebab tema kelompok kami seperti itu. Kemudian perdebatan-perdebatan dalam diskusi kami bertambah rumit, sehingga kesimpulan tidak tercapai. Kemudian dengan bijak Pak Guru mengambil alih dalam diskusi kami. Dan menyuruh kami untuk melakukan survey di beberapa tempat. Pertama, di Toko Pakaian, Kemudian di Pasar, dan Ketiga di Masjid. Tugas itu akan dikumpul minggu depan, dengan jam yang sama dan akan didiskusikan. Dalam survey itu kami disuruhkan untuk membandingkan kondisi sosial efek dari “ Diskon” dan membuat suatu pernyataan apa yang diperoleh dari survey itu.

Tiba saatnya kami akan mendiskusikan hasil survey kami, tentunya kelompok kami yang memimpin diskusi itu. Dan dari hasil survey yang kami lakukan, ada pernyataan yang kami paparkan diantaranya bahwa :
1. Di Toko Pakaian lebih banyak pengunjungnya karena diskon yang ditawarkan nampak atau betul-betul didapatkan.
2. Di Pasar lebih banyak pengunjungnya karena diskon yang ditawarkan karena musimnya.
3. Di Masjid lumayan banyak itu pun tergantung waktunya, lebih banyak pada malam hari dari pada siang hari, dan moment dalam bulan puasa lebih baik dari pada bulan yang lain, tentang diskon tidak transparan, hanya orang beriman makna dari diskon amal dalam bulan ramadhan. Kadang naik turun, dasar otak ekonomi, prinsipnya hanya untung rugi.
Suasana diskusi semakin a lot, lebih banyak bantahan tentang pernyataan yang kami paparkan sehingga hanya canda tawa yang karena salah satu dari teman di kelas kami mengeluarkan gas yang tak sedap, semuanya jadi kacau, Pak Guru pun ikut tertawa oleh suara itu, dan akhirnya jam pelajaran pun telah usai dan hasil diskusi itu nihil tanpa kesimpulan.

Rabu, 19 Agustus 2009

Maaf Pahlawanku

17 Agustus…
Ku tahu itu hari Kemerdekaan bangsa kita
Tapi aku belum puas maknanya, belum pantas ku ucapkan kata “merdeka” buat sang “Merah Putih”

17 Agustus…
Kemarin aku tidak serta rayakan bersama
Hanya cukup tangis haru dan doa buatmu pahlawanku dan negeriku tercinta
17 Agustus…
Akan datang…
Aku bisa buktikan baktiku, wujudkan mimpiku dan mimpI pahlawanku
Yang tersirat dalam pesan dengan tulisan warna merah oleh darahmu
Dengan kertas putih suci oleh hatimu yang mulia
17 Agustus…
Akan datang …
Kupersembahkan untukmu “Negriku, Bangsaku dan Pahlawanku”

Jumat, 14 Agustus 2009

Gusti Hendy - Drummer

Budhy Haryono Tahun delapan puluh tujuhan di Banjarmasin dan sekitarnya bila ada acara-acara sering ditampilkan sebuah band yang waktu itu cukup punya nama di seantero Banjarmasin, Pawakha Band sebagai penghiburnya. Satu keunikan dari band ini, di tengah-tengah penampilannya akan menyuguhkan sebuah gimmick yang akhirnya menjadi ciri khas Pawakha band hampir pada setiap kesempatan tampil dan menjadi satu ‘atraksi’ yang ditunggu-tunggu oleh penontonnya.
‘Atraksi’ apa gerangan? Di tengah-tengah Pawakha Band membawakan lagu-lagunya..tiba-tiba muncul anak kecil berumur tujuh tahun dan langsung duduk di belakang drums menggantikan posisi drummer Pawakha, dan digebraklah satu lagu rock yang saat itu cukup populer dengan rancak oleh si drummer cilik itu dan menimbulkan decak kagum sebaian besar penonton yang ada.


Fans GIGI yang Menjadi GIGI

Gusti Erhandy Rakhmatullah, begitu nama lengkap drummer cilik itu. Ya! Itu memang Hendy yang sekarang menduduki “kursi” drum GIGI.Masih berkisar sekitar masa kanak-kanak Hendy di Banjarmasin. Dia pertama kali kenal dengan perangkat drum saat di rumahnya sering diadakan latihan band kakaknya. Seperti anak kecil pada umumnya kalo ada seperangkat alat band pasti yang paling menarik adalah drum. Begitu pula dengan Hendy kecil, kalo band yang latihan itu lagi rehat, yang disatroni dipake mainan Hendy pasti drum. Dasar memang talentanya Hendy di drum, anak-anak band yang lagi latihan melihat Hendy mukul-mukulnya biar cuman main-main asal mukul tapi iramanya bener. Maka diusulkanlah ke ortu Hendy agar Hendy bakatnya diarahkan aja.

Kebetulan saat itu belum nemu guru drum yang cocok buat Hendy, maka guru keyboard kakaknyalah yang didaulat untuk kasih les drum ke Hendy. Memang ga bisa detil, cuman basic-basicnya aja, lebih dikonsentrasikan ke belajar not balok, harga-harga not, beat-beat, belum sampe ke soal teknik bermain yang kompleks. Mungkin karena memang udah bakat, hanya beberapa bulan Hendy kecil udah bisa mainin beberapa lagu. Dan jadilah Hendy “bintang tamu” Pawakha Band kalo lagi manggung. Kebetulan di Banjarmasin juga ada pemain bass & gitar cilik berbakat yang sebaya dengan Hendy. Akhirnya dibentuklah band bocah dengan nama “Little Pawakha Band” dengan formasi trio Drum, Gitar dan Bass yang merangkap vokalis. Mungkin saat itu ter-influence ama formasi grup rock gaek asal Surabaya, SAS (yang juga berformasi trio)yang memang sedang naik daun.

Kurang puas dengan ilmu yang didapat dari musisi senior lokal Banjarmasin, Hendy dan kakaknya setiap sekolahnya libur panjang, menyempatkan diri ke Jakarta untuk les ke musisi Jakarta. Hendy yang waktu itu sudah kelas empat SD (1989) pengen banget belajar ke Gilang Ramadhan. Sayang karena padatnya jadwal Gilang, Hendy hanya berkesempatan belajar ke asisten Gilang, Lemmy Ibrahim di Indra Lesmana Workshop (Sekolah Musik Farabi).

Ada cerita unik waktu Hendy les drum di Farabi. Lagi konsentrasi di salah satu kelas, tiba-tiba ada yang nengok. Si penengok menyapa Hendy kecil dan ngomong : “Sini gua gitarin”, (rupanya si penengok itu pemain gitar). Kayaknya si gitaris merasa gemes ngelihat drummer ke cil yang lucu dan permainan drumnya sudah cukup piawai itu hingga pengen iseng-iseng nge-jam. Maka terjadilah sebuah jam session kecil-kecilan antara Hendy dan gitaris tadi. Saat itu juga ada Indra Lesmana dan Gilang Ramadhan yang temannya si gitaris tadi. Belakangan baru ketahuan kalo pemain gitar tadi ternyata Dewa Budjana (waktu itu belum terbentuk GIGI).

Unik dan lucu dua musisi, yang satu masih anak-anak berumur 9 tahun dan satunya sudah 26 tahun ketemu dan main bareng. Dan sekarang, lima belas tahun kemudian, dua orang itu nge-band bareng di GIGI.Masa libur hampir usai Hendy pun balik ke Banjarmasin. Hendy lumayan dapat bekal teknik-teknik bermain drum untuk dikembangkan sendiri di rumahnya. Syangnya drummer kecil ini belum serius banget di dunia musik. Main drum buat dia masih seperti mainan aja sama halnya dengan mainan anak-anak pada umumnya seperti games dan sebagainya. Jadi kadang-kadang kalau lagi bosan juga nggak disentuh sama sekali.

Tahun 1990 saat liburan panjang tiba, Hendy dan kakaknya pun kembali bertandang ke Jakarta untuk mencari kesempatan menambah ilmu musiknya. Obsesinya pengen belajar ke Gilang nggak pernah luntur. Nasib Hendy belum lagi beruntung, Seperti tahun lalu Gilang jadwalnya masih padat juga sehingga belum ada waktu buat kasih les drum ke Hendy. Sang kakak yang pemain keyboard menunya tahun ini menimba ilmu ke Andy Ayunir. Nah sama Andy Hendy ditawarin les sama kakanya, Arir Ayunir yang waktu itu drummer Potret.

Tak ada rotan akar pun jadi, maka Hendy pun mengiyakan untuk les ke Arie Ayunir. Hampir sebulan penuh Hendy mentransfer ilmu-ilmu drum dari Arie.Dianggap sudah cukup bertambah ilmu dan ‘jam terbang’nya dua personel “Little Pawakha Band” Hendy dan Amin (pemain bassnya) dinaikkan ‘pangkat’nya jadi personel “Pawakha Band” (nggak little lagi, meskipun benernya termasuk masih bocah). Dengan formasi baru itu Pawakha ngikut Festival Rock-nya Log Zhelebor, sayang nggak sampe masuk babak final.

Tahun berikutnya (1991) dengan ‘semangat 45’ Pawakha kembali ikutan festival band. Kali ini bukan versi Log Zhelbeour. Tapi sama-sama tingkat nasional yang diadakan di Bandung. Dan dewi fortuna sedang berpihak, Pawakha berhasil membawa pulang ke Banjarmasin trophy juara pertama. Lebih lengkap lagi Hendy juga meraih predikat drummer terbaik, juga pemain gitarnya.

Masa SMP (1992 – 1995) Hendy dan band SMP-nya merajai festival-festival band antar SMP maupun umum di Banjarmasin dan Kalimantan. Lucunya ikutan festival itu targetnya bukan band-nya pengen menyabet juara tapi cuman the best drummer aja.Di masa hendy SMP itulah GIGI lahir (tepatnya 22 Maret 1994), dan ternyata Hendy ngefans banget ama GIGI. “Waktu itu koleksi gue yang terlengkap untuk band Indonesia ya cuman GIGI doang, lengkap dari album pertama sampe yang terbaru”, cerita Hendy. “Lebih-lebih gue ngefans berat ama Ronald, sampe-sampe album siapa pun kalo yang ngedrum Ronald pasti gue beli walo gue ga seneng lagunya”, sambung Hendy. Kefanatikannya ama GIGI kebawa juga ke band-nya yang juga bawain lagu-lagu GIGI.

Saat SMA Hendy mulai merasakan dan berpikir bahwa jalur hidupnya adalah main musik. Dari yang hanya main-main waktu kecil hingga SMA dia semakin menyadari kalo gak bakal bisa lepas dari main musik. Dia mulai mereka-reka lulus SMA nanti dia gak akan memilih kuliah di jurusan yang butuh konsentrasi pemikiran yang berat. Dia lebih pengen konsentrasi di musik, kuliah cuman sambil lalu aja. Meskipun dia tahu itu pemikiran yang cukup kontroversial di keluarganya. Sama halnya dengan keluarga / orang tua pada umumnya, yang ideal bagi mereka kuliah adalah nomor satu! Dan satu trauma sudah terbayang di pelupuk mata. Kakaknya yang juga nge-band, pas udah kuliah ‘terpaksa’ harus stop nge-band-nya, karena rambu-rambu “kuliah no.1” sedikit terlanggar.Hendy harus bener-bener bisa menyiasati agar “kuliah no.1”, “nge-band (juga) no.1” gitu kali ya Hen! Dan itu perlu pembuktian!

Saatnya pun tiba, 1998 Hendy lulus SMA dan memilih kuliah di Jakarta. Wow! Rasanya semakin deket aja ama cita-citanya! Yang pertama, satu keinginannya yang belum pernah kesampean akhirnya bisa juga : Les drum ke Gilang Ramadhan! Nyesuaiin jadwal les ama kesibukan Gilang jadi lebih mudah karena Hendy udah tinggal di Jakarta.Gimana aktivitas nge-band Hendy setelah kuliah di Jakarta? Karena masih baru di Jakarta jadi ya masih sekitar band kampus aja.Belakangan Hendy ngebentuk band yang diberi nama “Fresh” (yang kemudian ganti nama “Pawakha”). Udah sempet bikin demo yang rencananya albumnya bakal diproduseri oleh Gilang. Tapi entah karena apa rencana album itu kandas di tengah jalan.

Terancam “Undang-Undang Kuliah No.1”

Tahun kedua di Jakarta, Hendy mendapat tawaran untuk menggatikan posisi drummer band-nya teman Gilang yang main reguler/rutin di sebuah café di Jakarta. Pucuk dicinta ulam tiba! Mulai melebarkan sayap nih! Tawaran itu di oke-in aja sama Hendy dan dia diminta datang ke café tempat band itu manggung rutin.Pada saat yang telah ditentukan datanglah Hendy ke café tersebut. Dan…..Hendy kaget bukan main, ternyata yang main di band itu diantaranya Donny Suhendra, Mates, Albert Warnerin…musisi-musisi yang udah senior banget bagi Hendy…….

“Ah cuek aja….yang penting dicoba”, kata Hendy dalam hati. Dan lebih parah lagi, setelah pertemuan pertama itu, besoknya langsung Hendy yang harus nge-drum di band pengusung musik blues ‘n jazz yang bernama “Big City Blues” itu, lantaran pemain drumnya memang sudah cabut ke luar negeri.
“Nggak pake latihan, nggak tau lagunya……….langsung main…bayangin aja…apalagi ama senior-senior gitu mainnya”, ungkap Hendy. “Paling main sekali kalo mereka gak cocok juga diganti lagi”, sambungnya.
Ternyata dugaannya meleset. Hendy terus lanjut di “Big City Blues”, meski dengan omelan-omelan dari “Oom-Oom” itu, begitu Hendy mengistilahkan partner mainnya yang memang jauh lebih tua dari Hendy.Dari kondisi tersebut justru Hendy semakin banyak belajar. Lebih paham komposisi, lebih bisa main dengan ‘rasa’ “Nggak cuman asal heboh aja…”, unhgkap Hendy. “Terlebih lagi band itu nggak pernah pake latihan…langsung main. Justru itu buat gue lebih mengasah imajnasi gue saat bermain musik”, sambungnya lagi. Singkatnya bermain musik di “Big City Blues” sangat bermanfaat bagi Hendy buat menambah pengalaman dan tentu saja ilmu-ilmu non formal yang didapat dari teman-teman seniornya yang ‘rajin’ ngomelin tadi.

Satu hal lagi yang nggak kalah pentingnya. Di “Big City Blues’lah debut Hendy sebagai pemain profesional dalam artian mendapat honor sebagai imbalan mainnya. “Lumayanlah…dari kebiasaan cuman jagain kiriman dari ortu di Banjarmasin…sekarang udah megang duit sendiri”, ungkap Hendy sambil ketawa.Tapi hal itu bukannya nggak mengandung konsekuensi…. Karena manggungnya hampir tiap hari…kuliahnya mulai goyah. Nah lo! Gimana dengan “undang-undang kuliah No.1”? Alhamdulillah ‘krisis’ itu nggak berlarut-larut. Hendy dengan segala konsekuensinya bisa melewatinya dan membuktikan ke ortunya bahwa memang : “Kuliah No.1”, “Ngeband (juga) No.1”. Tahun 2003 dia diwisuda sebagai sarjana komunikasi.

Kejutan, Kejutan dan Kejutan

Selain manggung rutin di café, “Big City Blues” juga manggung rutin di “Blues Night” salah satu acara TVRI.Dari kiprah “Big City Blues” di TVRI inilah Jockie Suryoprajogo keyboardist Godbless tertarik dengan permainan drum Hendy. Untuk proyek pergelaran Rock Opera-nya, Jockie pengen Hendy yang nge-drum.

Jockie sendiri yang langsung telepon Hendy. “Halo…Hendy…ini Jockie…”, tiru Hendy. Haaah? Jockie Surjoprjogo yang legend itu? Ini kejutan kedua bagi Hendy sejak di Jakarta setelah diajak gabung “Oom-Oom” di “Big City Blues”.Dan memang di pergelaran Rock Opera Jockie Surjoprajogo yang di gelar di Plenary Hall JCC 29 Agustus 2002 lalu Hendy-lah yang ‘menduduki’ posisi drummer-nya.
Dari Jockie Hendy banyak belajar tentang filosofi musik….dan tentu saja kembali ber-rock-ria setelah jenis musik itu beberapa masa ditinggalkan semenjak duduk di bangku SMA.

Seakan kejutan estafet…..Hendy mendapat telepon dari manajemen Erwin Gutawa Orchestra yang ngajak dia buat main di pergelaran “Bali for The World” akhir tahun 2002.Erwin Gutawa??? Orchestra???? Itu cuman khayalan Hendy saat dia nonton pergelaran-pergelaran Erwin dan orchestranya via televisi. “Kapan ya….bisa main sama orchestra gitu…”, kenang Hendy.

Usut punya usut ternyata Erwin nonton pergelaran Rock Opera-nya Jockie…dan terpikat juga dengan permainan drum Hendy.Maka jadilah Hendy drummer Erwin Gutawa Orchestra di acara “Bali for The World” yang digelar di GWK Bali akhir tahun 2002.Ngaak cuman itu aja, job Hendy berlanjut di konser-konser besar, maupun studio rekaman yang musiknya digarap Erwin Gutawa, setelah itu Erwin sering ‘memakai’ Hendy sebagai drummernya.

Tahun 2003 Hendy gabung dengan “Telor Ceplok Band” yang akhirnya namanya berubah jadi “Omelette”. Sempat bikin album di bawah bendera POS Entertainment.
Karena perbedaan prinsip dan pertimbangan lain akhirnya Hendy mengundurkan diri dari Omelette.Saat di Omelette inilah Hendy semakin akrab dengan personel GIGI. Selain GIGI satu manajemen dengan Omelette (POS entertainment), 4 lagu di album Omelette yang perdana adalah lagu karya Thomas dan Budjana (masing-masing 2 lagu).
Hendy sempat juga diajak Budjana untuk latihan-latihan dengan formasi trio : Budjana (gitar), Hendy (drums), Adit (bass).

Suatu saat di tahun 2004 Hendy ditelepon Budjana dan diajak latihan. Pikir Hendy seperti biasanya…..latihat formasi trio. Kaget juga saat Hendy dikasihtahu kalo latihan kali ini adalah latihan dengan GIGI dalam rangka persiapan album Sound Track Brownies.

Dan memang Hendy dipilih GIGI untuk menggantikan posisi Budhy Haryono. Beban yang lumayan berat buat Hendy. Beda dengan saat diajak Donny Suhendra dkk, diajak Jockie juga Erwin Gutawa yang cuman sebagai session player. Karena selain memang Hendy ngefans abis sama GIGI, dia merasa harus memikul tanggung jawab baru yang nggak main-main. Karena GIGI adalah grup band yang sudah mapan dan menggantikan posisi Budhy yang juga termasuk jajaran drummer senior yang disegani di blantika musik Indonesia. Sementara Hendy masih merasa drummer kemaren sore. Sebagai “GIGI” baru dia merasa secara moral memikul tanggung jawab terhadap fans GIGI, publik, dan pengamat musik.

Sampai-sampai sebelum masuk studio rekaman untuk menggarap album Original Sound Track Brownies Hendy merasa perlu untuk latihan individu dulu sebagai persiapannya. Hal yang nggak pernah dia lakukan sebelumnya saat dia akan masuk dapur rekaman sebagai session player.Alhamdulillah semuanya berjalan lancar. Dan Hendy sekarang adalah “GIGI” terbaru dan termuda di jajaran tiga “GIGI” lainnya.

Dan Hendy jadi ingat sekitar 10 tahun silam ketika dia masih sekolah di Banjarmasin, saat masih getol-getolnya nge-fans ama GIGI. Dia pernah berujar ke teman-teman band-nya : “Aku ntar yang jadi drummer GIGI”. Hendy sendiri nggak bisa jawab ketika ditanya apa yang menyebabkan dan memotivasi dia berucap seperti itu. Believe it or not!
Sumber : gigionline.com

Thomas Ramdhan - Bassist

Nama asli / lengkap : Thomas Ramdhan
Tempat / tgl lahir : Bandung, 5 Maret 1967
Motto hidup : " MENIKMATI DAN MENSYUKURI APA YANG ADA "
Bassist favorit : Yance Manusama,Jimmy Suhendra, Yuke Sumeru,
Erwin Gutawa, Billy Sheehan
Jenis music favorit : Rock
Group : GIGI (1994 - Sekarang)

Thomas Ramdhan Sebuah band sekitar tahun 80-an sedang unjuk kebolehan di atas panggung di Bandung. Satu nomor dari Queen, “Don‘t Stop Me Now” mengalun dengan mulus ditingkah dengan lengkingan gitar seorang bocah yang masih kelas lima SD. Ya, bocah yang masih SD itu pemain gitar dalam grup band yang sedang manggung itu. Dan waktu itu siapa yang akan tahu dan akan mengira kalo si bocah itu nantinya akan menjadi pemain bass grup papan atas di Indonesia. Ya! Bocah itu adalah Thomas Ramdhan yang kini kita kenal sebagai salah satu tulang punggung kelompok musik GIGI.

Thomas memang berasal dari lingkungan keluarga musik. Di tubuhnya mengalir darah seni dari ayahnya yang pemain biola kala itu. Dan dia banyak belajar — secara langsung maupun tak langsung — dasar-dasar bermain musik dari ayah tirinya yang kebetulan juga pemain bass. Thomas kecil yang waktu itu bercita-cita jadi arsitek sering ikut ayahnya saat band ayahnya manggung. Di dekat panggung dia dengan tekun memperhatikan band ayahnya yang sedang in action.

Walhasil Thomas kecil pun kelas lima SD sudah mulai nge-band. Tapi uniknya dia bukannya jadi pemain bass seperti ayahnya yang hampir tiap manggung dia tongkrongin itu — seperti juga ‘jabatan’-nya saat malang melintang di blantika musik Indonesia setelah dia dewasa — melainkan sebagai pemain gitar. Dan kegiatannya sebagai gitaris itu pun memenuhi hari-harinya semasa SMP hingga SMU. Waktu itu bandnya bernama Crazy Boy.

Hingga suatu saat (waktu Thomas kelas dua SMU) pemain bass Crazy Boy ceritanya lagi mempunyai ‘kesibukan’ yang cukup banyak menyita waktu, sampai-sampai mengganggu stabilitas Crazy Boy. “Dia waktu itu lagi ‘sibuk’ pacaran sampai gak sempat ngulik lagu-lagu yang harus dimainkan Crazy Boy”, ungkap Thomas. Kebetulan Thomas cukup rajin sekali dalam ngulik lagu. Meski dia pemain gitar, dia ngulik juga permainan bass yang ada di lagu-lagu yang dibawakan Crazy Boy. Akhirnya teman-teman band-nya mendaulat Thomas untuk menduduki posisi pemain bass yang ‘sibuk’ pacaran tadi itu. Sejak saat itulah Thomas konsisten hingga sekarang dengan ‘jabatan’nya sebagai pemain bass. Saat kelas dua SMU itu pula debut Thomas sebagai pemain band profesional (dalam artian sudah menerima kompensasi untuk keahliannya bermain). Debut itu dimulai saat dia memperkuat formasi Primas Band, sebuah band pengiring yang sering mengiringi artis-artis Jakarta kalau sedang show di Bandung.

Selepas SMU penggemar warna hitam dan putih itu mulai merambah dunia entertainment reguler/rutin di pub-pub atau kafé-kafé yang ada di Bandung. Hal itu bermula dari sekadar ikut temannya yang pemain band reguler di sebuah kafé. Cukup sering dia ikut nongkrongin temannya bermain bersama grupnya. Pemain bass grup tersebut kebetulan sering datang terlambat, maka siapa lagi kalau bukan Thomas — yang memang sering nongkrong di situ — untuk dimintai tolong sementara menggantikan pemain bass yang terlambat tadi sampai si pemain datang. Kadang cuma selagu dua lagu, tak jarang sampai satu session (satu sampai satu setengah jam) Thomas berperan sebagai pemain pengganti.

Sampai akhirnya pada suatu saat Thomas pun resmi menekuni bidang entertain rutin tersebut sebagai bassist. Dan nggak tanggung-tanggung, dalam kurun yang sama dia merangkap sebagai bassist dari dua band entertain. Yang satu adalah Gunsmoke Band, yang khusus membawakan lagu-lagu rock di kafé, satunya lagi adalah Headline Band yang melantunkan lagu-lagu top 40. Di periode yang bersamaan pula Thomas juga membentuk band Exist antara lain bersama Baron. Band ini nggak main di kafé-kafé, band inilah yang menjadi ajang kreativitas dan ekspresinya Thomas dan kawan-kawan. “Kalau di Gunsmoke dan Headline untuk cari duit, nah di Exist inilah duit itu dihabiskan”, tutur Thomas sambil tertawa. Karena memang Exist bisa dikatakan band yang cukup idealis dan masih bersifat amatir. Memainkan lagu-lagu yang sebagian besar karya sendiri di kampus-kampus dan belum bisa dibilang menghasilkan income. Nah, untuk membiayai kegiatan Exist ini Thomas ‘kerja’ di Gunsmoke dan Headline. Dari hasil kerja itu juga Thomas memiliki gitar bass pertamanya Yamaha B-Motion warna hitam, yang sekarang sudah nggak dia pegang lagi. “Kalau ada yang tahu di mana ‘mantan’ bass gua itu, gua beli lagi deh. Itu bass bersejarah buat gua”, ujar pengagum Billy Sheehan itu.

Hijrah ke Jakarta

Waktu Jeniffer Beaton (Gitaris Michael Jackson) mengadakan workshop dan promo album solonya di Bandung, Thomas ketemu sama anak-anak Slank (saat itu Pay cs) juga Anang dan Ronald. Hari itu kebetulan adalah jadwal Thomas harus main dengan salah satu band regulernya, jadi dia nggak bisa ngikuti acara sampai selesai. Saat pamit sama teman-teman musisi dari Jakarta tadi, Thomas sempat mengundang mereka datang ke kafe tempat dia main.

Dan memang setelah acara Jeniffer Beaton selesai Pay dan kawan-kawannya bertandang ke kafe tempat Thomas dan bannya sedang menjalankan tugas. Malah mereka sempat ber-jam session segala. Usai itu, “Mas, elo ngapain ngendon di Bandung aja. Potensi elo ada, ke Jakarta dong! Karier lo akan lebih berkembang di sana”, kata Pay ke Thomas, “Udahlah bikin grup aja di sana. Ini ada Ronald dan yang lainnya”.

Usul Pay tadi bener-bener dipikirkan sama Thomas. Dan bulatlah tekadnya, tahun 1991 Thomas hijrah ke Jakarta.

Di Jakarta Thomas lebih sering jalan sama Ronald, Alm. Andi Liani, Anang, dan tentunya Pay. Dan memang setelah Thomas hijrah ke Jakarta lebih banyak mendapat kesempatan untuk mengembangkan kariernya. Banyak sudah dentuman bassnya, aransemennya, ciptaannya yang ikut menghiasi album rekaman artis-artis di Jakarta.

Hasil karyanya yang perdana adalah “Kembalilah Kasih” yang langsung menjadi jago di album Anggun C. Sasmi. Selain itu untuk Anggun Thomas juga sebagai player di album lainnya yaitu “Nocturno”. Di album pertama dan kedua Almarhum Andi Liani Thomas juga ikut ambil bagian di sektor cabik-mencabik bass, bahkan di album ketiga selain main bass dia juga sebagai music director-nya. Sayang, album ketiga ini rupanya adalah album terakhir Andi Liani yang tak terselesaikan dan tak sempat beredar karena baru sempat mengisi vokal satu lagu, Tuhan telah memanggilnya.

Di album Atiek CB dengan judul “Terapung” Thomas juga berperan sebagai arranger selain sebagai player dan lagu Terapung yang menjadi judul album sekaligus keytrack-nya adalah hasil karyanya. Abum ini sempat mendapat komentar dari Greenday, Allanis Morissette, Eddie dan Alex Van Hallen. Komentar yang positif tentunya. Selain Terapung di album ini Thomas juga bikin lagu bareng-bareng Indra Lesmana dan Oppie Andaresta.Judul lagunya : “Aku”. Thomas dan Indra bikin lagunya, Oppie bikin liriknya. Bikin lagu bareng Indra Lesmana adalah salah satu pengalaman yang mengesankan bagi Thomas. Karena sewaktu masih di Bandung dan belum ‘berkibar’ di Jakarta, dia sempat kagum dan ngefans antara lain sama Indra Lesmana, Eet Sjahranie, Alm. Billy J. Budiardjo dan Erwin Gutawa. Saat itu tak terbayangkan bahwa dia akan bisa bermain, berkarya dan bekerja sama dengan mereka. Dan kini semua itu telah menjadi kenyataan. Main bareng sama Eet saat ngisi album solonya Lilo KLA. Alm. Billy sempat mengaransemen string section-nya untuk salah satu karya Thomas di album Andi Liani. Dan saat GIGI mengadakan Konser Balas Budi tahun lalu, aransemen string-nya ditangani oleh Erwin Gutawa.

Thomas juga mengaku banyak belajar dari Pay dalam meniti kariernya di jalur musik seperti cara bikin lagu, dan sebagainya. Masih banyak sederet panjang nama artis yang dalam albumnya Thomas ikut ambil bagian seperti Anang (album kedua dan ketiga), Titi D.J, Trio Libels, Nicky Astria, Oppie Andaresta, Paramitha Rusadi, Poppy Mercury, Dewi Gita, Paquita Wijaya, Uci Wibi, Memes, Sophia Latjuba, KLA Project, Vinnie Alvionita, Mayangsari dan masih banyak lagi. Yang paling menarik adalah saat ikut ngerjain albumnya Mayangsari. Di sinilah salah satu awal dari terbentuknya GIGI. Di proyek ini dia dan Ronald — yang waktu itu sering jalan bareng dan kebetulan keduanya ikut ngisi di album Mayang tersebut — ketemu Dewa Budjana

Satu lagi cerita menarik. Saat Slank sedang ngerjain albumnya di studio Jackson, Thomas juga lagi nongkrong di sana. Waktu itu Slank sudah nggak ada Bongky, pemain bassnya. Maka Thomas diminta anak-anak Slank untuk mengisi bassnya. Setelah coba mengisi, ternyata permainan bass Thomas dianggap terlalu rumit buat anak-anak Slank. Sementara itu bagi Thomas ya begitu itulah permainannya dia. Akhirnya ya nggak jadilah Thomas ikut ambil bagian di album Slank tersebut.

Bass Lima Senar

Bila kita simak, kalo Thomas sedang in action sama GIGI — khususnya masalah gitar bassnya — mungkin sepintas kita nggak akan tahu bahwa tuning (seteman) senar bassnya nggak lazim seperti gitar bass pada umumnya. Standarnya tuning gitar bass adalah : senar nomor 1 – G, nomor 2 – D, nomor 3 – A dan nomor 4 – E. Versinya Thomas adalah senar nomor satu dan dua sama seperti bass pada umumnya (G dan D) tapi nomor tiga dan empatnya bukan A dan E, melainkan sama juga dengan nomor satu dan dua yaitu G dan D dengan oktaf yang lebih rendah. “Gua nemu tuning kayak gitu itu saat nggarap album Baik (Album GIGI ke enam, red.)” Thomas mulai penjelasannya, “Ada beberapa lagu yang gua butuh nada rendah. Sebetulnya bisa pake bass lima senar sih, tapi gua nggak punya selain itu rasanya ribet banget pake lima senar. Buat gua rasanya rada maksa gitu. Orang jari kita pendek-pendek. Terus gua coba-coba beberapa eksprimen,” lanjut Thomas,”Ternyata tuning G-D-G-D paling efisien, jari-jari gua bisa lebih leluasa merambah not-not yang gua inginkan”, begitu jelas Thomas. Dan pada awalnya setiap konser setelah album Baik itu Thomas selalu membawa dua bass yang berbeda tuning-nya. Satu dengan tuning versi Thomas untuk membawakan lagu-lagu dari album Baik, satunya lagi dengan tuning standar untuk memainkan lagu-lagu selain album Baik. Tapi belakangan ini Thomas naik panggung dengan hanya membawa satu gitar bass dengan tuning G-D-G-D. Jadi semua lagu GIGI — meskipun bukan dari album Baik — kini dimainkan Thomas dengan tuning bass versinya sendiri. “Kayaknya gua udah nemuin style gua main dengan tuning bass seperti itu”, ungkapnya. Mau coba main dengan tuning bass ala Thomas
Sumber : gigionline.com

Dewa Budjana - Lead Gitar

Nama asli / lengkap : I Dewa Gede Budjana
Tempat / tgl lahir : Waikabubak, 30 Agustus 1963
Motto hidup : " TAT TWAM ASI "
Musisi favorit : Keith Jarret , Jeff Beck , Jaco Pastorius
Jenis music favorit : Traditional
Album solo :
- ALBUM SOLO "NUSA DAMAI" (1997)
- ALBUM ROHANI "NYANYIAN DHARMA" (1998)
- ALBUM SOLO "GITARKU" (2000)
- ALBUM SOLO "SAMSARA" (2003)
Group :
- SQUIRRELL (1980 - 1985)
- SPIRIT (1989 - 1992)
- JAVA JAZZ (1993 - 1994)
- GIGI (1994 - Sekarang)
Website pribadi : dewabudjana.com

dewa budjanaKetertarikan dan bakat Dewa Budjana pada musik – khususnya gitar – sudah sangat dominan terlihat sejak ia masih duduk di bangku sekolah dasar di Klungkung Bali. Saat itu yang ada dalam benak Budjana kecil mungkin udah penuh dengan bayangan gitar, gitar……..dan gitar aja. Sampe-sampe di benak doi yang masih hijau itu bayangan gitar yang selalu ada itu terimplementasi menjadi suatu rencana “kejahatan kecil”. Doi pengen banget punya gitar. Mau minta langsung ama kakek/neneknya (saat itu doi tinggal/ikut kakeknya) dioi pikir pasti nggak bakal dikasihlah. Makanya akhirnya timbul niat “jahat” tadi, yaitu nyuri uang kakeknya untuk beli gitar. Bak penjahat profesional yang mau beroperasi, segala sesuatunya sudah betul-betul matang direncanakan. Kebetulan kakek neneknya adalah pelantun kidung / kakawin. Setiap Sabtu pasangan itu selalu “live on air” di RRI Klungkung melantunkan kakawin-kakawin. Nah, ini kondisi yang ter-planning di benak sang ‘penjahat’ kecil Dewa Budjana. Seperti lazimnya rumah-rumah di Bali, dalam satu keluarga komposisi rumah selalu ada rumah induk yang dan rumah-rumah di sekelilingnya. Kakek-nenek Budjana tinggal di rumah induk yang setiap mereka berdua pergi selalu dikunci rapat. Rencana “operasi gitar perdana” (begitu ‘kali kalo diberi judul) sudah betul-betul matang. Sebelum kakek-nenek berangkat ke RRI sang ‘penjahat’ sudah menyelinap ke rumah induk dan sembunyi di bawah kolong. Begitu kakek-nenek pergi dan mengunci rumah dari luar, otomatis sang ‘penjahat’ bisa leluasa beroperasi. Operasi itu rupanya termasuk operasi kilat, nggak nyampe bilangan belasan menit Budjana sudah berhasil mengantongi sepuluh ribu rupiah dan kabur lewat jendela (dikit banget yah hasil jarahannya ; namanya juga penjahat kecil-kecilan).

Besoknya Budjana tak sabar lagi segera cabut ke Denpasar untuk merealisasikan obsesinya selama ini. Akhirnya……….dia pun sukses membawa gitar akustik lokal tanpa merek (buatan Solo) pulang ke Klungkung. Dan…….pas banget, harga gitarnya juga sepuluh ribu rupiah. Itu adalah gitar pertama yang dia miliki sepanjang karirnya di musik. Sayang sekali gitar bersejarah itu sudah nggak jelas lagi juntrungnya. Kalo ada akan semakin perfect-lah jajaran koleksi gitar Budjana yang sekarang sudah mencapai jumlah sekitar tiga puluhan itu. (mendampingi gitar elektrik pertamanya yang berhasil diburu lagi setelah sempat dijual)

Dengar Budjana mulai genjrang-genjreng dengan gitar barunya, sang nenek pun (yang udah tahu kalo duitnya ilang Rp 10.000) langsung mafhum. Nyamperin Budjana yang lagi asyik dengan gitar barunya dan langsung dengan sedikit puitis (dasar pelantun kidung) ngomong ke doi : “Tadi malam aku mimpi kehilangan duit Bud…….”, ujar sang nenek. Budjana pun langsung berubah casting dari ‘penjahat’ menjadi ‘ksatria’, “Oh iya, itu memang aku yang nyuri”, aku Budjana polos. “Aku nyuri buat beli gitar”, sambung Budjana. Dan sang nenek udah nggak bisa apa-apa lagi. Beressss……..urusan casting ‘penjahat’ udah kelar, sekarang mulai casting peran baru dan panjang…….gitaris!

Wah, kayaknya casting gitarisnya belum clear bener dari pengaruh casting ‘penjahat’.

Sejak punya gitar Budjana jadi rada lesu darah untuk sekolah. Maunya gitaran terus aja sepanjang hari. Jelas itu bukan jenis kemauan yang bakal direstui sesepuh. Nah di sini nih casting ‘penjahat’nya masih ada. Whatever, bagi Budjana nomore satu adalah gitar. Jadi kalo jam berangkat sekolah dia pun pake seragam dan pamit ama kakek-neneknya berangkat sekolah. Akan tetapi………….karena lokasi kamarnya terpisah dari rumah induk dia pun dengan mudah setelah pamit sekolah puter balik kembali ke kamarnya dan langsung ‘menggauli’ gitarnya lagi sampe saat jam pulang sekolah langsung lanjut adegan ‘adegan sinetron’ pulang sekolah. Pake sepatu lagi, keluar kamar muter sedikit dan langsung balik ke rumah induk, say hello ama grandfa en grandma seakan pulang sekolah (he..he..he…bisa aja elo Budj!)

Ditanya soal materi apa aja yang dia ulik dengan gitarnya itu sepanjang hari, mengingat waktu itu jelas referensi untuk belajar gitar jelas minim banget – apa lagi untuk kota sekaliber Klungkung. “Yaah…cuman denger-denger dari kaset aja….sama ngarang-ngarang sendiri”, jelas Budjana. “Lagu pertama aku belajar gitar waktu itu lagunya Deddy Dores ‘Hilangnya Seorang Gadis’ dan lagunya Rollies ‘Setangkai Bunga’”, kenang Budjana. Saat itu Budjana sama sekali belum tersentuh literatur-literatur musik/gitar yang formal. Buru-buru buku gitar, untuk bisa ngikuti perkembangan musik – khususnya di Indonesia – aja dia harus bela-belain ke Denpasar tiap minggu untuk beli majalah Aktuil (satu-satunya majalah berita musik yang terbit di tahun tujuhpuluhan itu). Fenomena ini juga bisa ngegambarin gimana intensnya interes Budjana ke musik. Temen-temen sebayanya saat itu nggak bakal deh bela-belain tiap minggu ke Denpasar pulang balik hanya buat beli Aktuil. Lagian paling juga Budjana aja di lingkungan temen SD-nya yang tertarik ama majalah Aktuil. Paling bacaan mereka juga sejenis majalah Bobo gitu.

Tahun 1976 Budjana ikut bokapnya yang dipindahtugaskan ke Surabaya. Di Surabaya inilah tapak karirnya di musik semakin jelas. Dia melanjutkan sekolah di SMP Negeri I dan kebetulan sekolah yang satu ini kegiatan ekstra kurikulernya cukup oke punya, khususnya di sektor ekstra kurikuler musiknya. Tiap tahun sekolah ini menggelar malam kesenian untuk menampung aspirasi murid-muridnya di bidang seni.

Dan di SMP I ini pula Budjana mendapat pengalaman manggung pertama kali. Saat persiapan malam kesenian seperti biasa diadakan seleksi (audisi) buat murid-murid yang ingin tampil. Dan Budjana pun ikut ngedaftar dengan materi lagu andalan saat pertama kali dia bisa main gitar : “Setangkai Bunga”.

Tiga tahun dia menambah pengalaman dan jam terbangnya berolah musik dalam kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler di SMP I. Pucuk dicinta ulam tiba. Dia di Surabaya lebih bisa memuaskan kehausannya pada ilmu-ilmu bermusik secara lebih formal. Budjana mulai belajar gitar klasik kepada Pek Siong di Yayasan Seni Musik Indonesia . Sementara selama dia di Klungkung referensi musiknya masih sangat terbatas. Di Surabaya dia mulai mengenal dan tertarik pada jenis musik-musik lain yang sebelumnya belum dia kenal karena keterbatasan referensi tadi. Budjana mulai tertarik dengan John Mc Laughlin (Mahavishnu Orchestra) dan bahkan jadi mengubah visi bermusik Budjana. Album “Birds of Fire” dan “Natural Element” (Shakti) adalah album Mc Laughlin yang menjadi favorit Budjana. Selain itu dia juga cukup interes dengan musik-musik artrock semacam Yes, Gentle Giant dan lainnya.

Lulus SMP Budjana melanjutkan ke SMA Negeri 2 tahun 1980. Tak beda jauh dengan saat di SMP I, SMA 2 pun kegiatan musiknya sangat oke! Bahkan lebih intens. Saat di SMA ini Budjana mulai mendengarkan Pat Metheny dan ini sangat terpengaruh pada pola dan cara bermain gitar Budjana. Juga album-album produksi ECM seperti John Abercrombie, Keith Jarret dan Bill Frissel.

Tahun 1981 Budjana bersama beberapa temannya di SMA 2 membentuk Squirell Band dan bersama band inilah Budjana semakin berkiprah di blantika musik. Secara rutin Squirell mengisi acara jazz di TVRI stasiun Surabaya, juga panggung-panggung sekolah dan kampus di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Puncak prestasi Squirell adalah saat berhasil meraih juara I Light Music Contest di Jakarta tahun 1984. Saat itu Squirell membawakan komposisi Dewa Budjana “Nusa Damai”. Yang unik saat itu Budjana memakai fretless guitar desainnya sendiri (dengan body berbentuk bintang) yang sekarang sudah menjadi salah satu pajangan di Hard Rock Café Jakarta bareng gitar-gitar para gitaris dunia.

Tahun 1985 Budjana hijrah ke Jakarta dengan pertimbangan bahwa peluang untu mengembangkan karir di Jakarta lebih luas terbuka. Selain itu dia merasa teman-temannya bermusik di Surabaya dirasa nggak terlalu total ke musik, nggak seimbang dengan dia yang bener-bener total di musik dan itu dianggap akan menghambat karirnya secara individu maupun secara grup.

Mulailah sang ‘penjahat’ kecil membuka lembaran baru di ibukota.
Jurus Melawan Rutinitas Jakarta

Setelah berada di tengah-tengah ramenya Jakarta tahun 1985, apa yang dilakukan Budjana?

Merasa udah pernah meraih juara bareng Squirell di Light Music Contest setahun sebelumnya, Budjana menganggap sudah banyak orang tahu dan mengenal dirinya dia sebagai musisi. Belakangan terbukti dia cuma ge-er.

Ceritanya, berbekal referensi bahwa Squirell Band yang punya komposisi jazz sendiri, Budjana nekat datang ke pub untuk mulai menjajagi dunia entertain, lalu nyoba-nyoba nge-jam ama grup yang sedang main. Apa yang terjadi? Saat disuruh main lagu jazz standar yang termasuk gampang pun, ternyata dia nggak mampui nggak bisa.

Dari situ Budjana baru sadar manfaat belajar jazz standar. Budj (begitu panggilan akrabnya) langsung aja nemuin almarhum Jack Lesmana, maestro jazz kita, dan kepada bokap Indra Lesmana ini Budj ‘mendaftarkan’ diri sebagai murid. Memang nggak salah alamat kalo pengagum Mahatma Gandhi ini berguru pada Jack Lesmana, dari beliau Budj banyak mengenal dan mendapatkan filosofi-filosofi bermain jazz, termasuk – tentu saja -- standard jazz.

Lantas, kenapa memilih jazz? Budjana berkisah, awalnya karena pengaruh tren musik saat pertama dia mulai intens di musik. Di akhir tahun 70-an saat Budjana masih SMP di Surabaya, yang sedang ngetren adalah musik-musik yang saat itu diistilahlan sebagai jazz rock atau juga jazz kontemporer. Banyak kaset-kaset yang beredar dengan label atau judul “Contemporary Jazz”, “Jazz Vocal” dan sebagainya dengan materi seperti musisi Al Dimeola, John Mc. Laughlin ataupun grup-grup seperti Weather Report, Return to Forever, dll.

Budjana mengaku banyak belajar dari situ. Saking seringnya tampil bersama Squirell-nya dalan event jazz di Surabaya, akhirnya orang lebih mengenal Budjana sebagai pemain jazz. Padahal Budjana dan temen-temennya di Squirell sebenarnya nggak ada yang nguasain jazz secara yang sebenarnya. Di lingkungan musisi jazz sudah membudaya kalo lagi ngumpul-ngumpul secara spontan mereka akan main bareng, istilahnya nge-jam. Ternyata, setiap kali kesempatan itu datang anak-anak Squirell selalu mati kutu. Jazz bohong-bohongan dong?

“Yah mungkin waktu itu kita cuma kebawa tren aja, jadi rada ada sok jazz-nya lah, cuma kenal kulitnya doang. Nggak mikir bahwa perlu belajar serius dari yang standar”, kilah Budjana. Melewati masa itu menurut Budjana ada bagusnya juga. “Kita jadi punya bekal dan terasah untuk menjadi senang bikin komposisi sendiri”, ujarnya. Kreasinya yang pertama untuk komposisi combo berjudul Legong Kusamba.

“Sebelum itu sih sering juga ngarang-ngarang untuk kebutuhan operet di sekolah, tapi sifatnya ya hanya sepenggal-sepenggal aja sesuai dengan kebutuhan cerita”, jelas penggemar warna biru ini.

Setelah merasa cukup punya bekal dari sang suhu, tahun 1986 Budjana ‘turun gunung’ mulai berkiprah dari pub ke pub sebagai session player memainkan top 40 dan musik-musik lain konsumsi dunia hiburan malam. Selain itu juga main di klub-klub jazz. Itu berlangsung sampai tahun 1993. Ditanya soal dampak positif-negatifnya main rutin di dunia hiburan malam selama itu Budjana menjelaskan, “Kami jadi lebih mengenal dan lebih peduli tentang sound (warna suara) khususnya kalo kami bawain top 40 sebab kami kan bawain macam-macam lagu. Kami jadi mengenal berbagai jenis lagu. Selain itu menambah reflek kami dalam bermain musik, dengan seringnya main kalo kami denger satu chord, kamiharus main ke mana, mainin yang gimana jadi bisa lebih reflek ngikutinnya”.

“Satu lagi, kami bisa belajar menghargai orang lain, dalam hal ini adalah tamu-tamu pub. Kami nggak bisa main semaunya sendiri tanpa mempedulikan selera tamu”, lanjut Budjana. Dampak negatifnya menurut Budjana kelamaan main di pub cenderung menghilangkan kreativitas.

“Untungnya waktu itu aku masih sering ke Farabi (yayasan/sekolah musik. red.) Ngajar, terus kadang-kadang latihan dengan formasi trio, walaupun frekuensinya kecil paling tidak aktivitas berkreasi masih terjaga”, sambungnya.

Pada umumnya segala aktivitas yang sifatnya rutin tanpa penyegaran-penyegaran akan membuat kita jadi jenuh, suntuk, mentok dan akhirnya mandeg. Untuk mengantisipasi itu Budjana punya kiat rada unik. Saat dia rutin memainkan jazz standar di klub-klub jazz, di luar itu sehari-harinya dia malah dengerin lagu-lagu pop seperti milik Toto. Sebaliknya saat di udah gabung ama Hydro – yang dominan bawain lagu-lagu sejenis Toto – dia malah sering dengerin lagu-lagu jazz standar. Biar seimbang, mungkin itu maksudnya.

Budjana memang lolos dari jebakan rutinitas ‘main malam’ (istilah musisi untuk main rutin di pub, café atau klub)., karena di samping itu juga aktif sebagai session player di dapur rekaman, di konser-konser big band/orchestra juga sempat gabung dengan beberapa band.

Awal Budjana hijrah ke Jakarta sempat gabung dengan Indra Lesmana Group. Juga sebagai gitaris di Jimmy Manoppo Big Band, Orkes Telerama, Elfa’s, Twilite Orchestra, Erwin Gutawa Orchestra dan lain-lain. Tentu saja aktivitas-aktivitas itu menuntut kemampuan dalam membaca dan memahami not secara prima. Di sini Budjana lebih banyak lagi belajar membaca not dan makin banyak mengenal karakter musik.

Sebagai session player di dapur rekaman cukup banyak juga petikan gitarnya menghiasi album rekaman seperti : Catatan si Boy 2, Indra Lesmana, Andre Hehanusa, Heidy Yunus, Memes, Chrisye, Mayangsari, Dewi Gita, Desy Ratnasari, Potret, Trakebah, Caesar (Deddy Dores), Nike Ardila, dll.

Tahun 1989 Dewa Budjana gabung dengan Spirit Band dan sempat menghasilkan dua album. Yang pertama dirilis tahun itu juga dengan judul yang sama dengan nama grupnya, “Spirit” , dan yang kedua dirilis pada 1993 dengan judul “Mentari” yang diambil dari judul lagu karya kolaborasi Budjana (lagu) & Ingrid Widjanarko (lirik). Lepas dari Spirit, pengidola Bill Frissel ini gabung ama Indra Lesmana, Embong Rahardjo dan lainnya membentuk Java Jazz dan bermain rutin di Jamz. Setahun kemudian Java Jazz ikut ambil bagian di perhelatan akbar musisi jazz dunia North Sea Jazz Festival di Den Haag Belanda. Tahun itu juga grup jazz ini menelurkan album dengan judul Bulan di Atas Asia.

Pada 1992 Budjana pernah menyampaikan keinginannya untuk membentuk grup band dengan dua pemain gitar. Keinginannya tersebut baru terwujud dua tahun kemudian, yaitu pada 1994. Dia membentuk band dengan formasi dua gitaris, berpasangan dengan Baron. Band itulah yang sekarang kamu kenal dengan nama GIGI.

Nggak kejebak rutinitas di GIGI Budj? “Pasti terjadi juga, kayak saat tur Kilas Balik 33 kota pasti timbul kejenuhan, bedanya kalo di GIGI kan dalam rutinitasnya masih ada rutinitas aktivitas berkarya, nggak seperti ‘main malam’ yang terus memainkan lagu orang. Itu yang paling bahaya!”, tandasnya.

“Lagipula di GIGI kan kerja tim. Dalam proses kreatif bisa saling mengisi, kalo yang satu lagi turun mood-nya yang satunya mood-nya lagi bagus. Jadi proses kreatif secara tim akan terus berjalan”, lanjutnya. Selain itu Budjana membuat komposisi-komposisi untuk album solonya juga merupakan satu bentuk penyegaran yang lain dari aktivitas di GIGI. Makanya dia punya target paling tidak dua atau tiga tahun sekali dia rencanakan bikin album solo di tengah program album GIGI yang targetnya setahun sekali.

Tahun 1997 Budjana menelurkan album solo pertamanya dengan judul “Nusa Damai” yang merupakan kumpulan komposisinya sejak awal doi mengenal gitar. Banyak pemerhati musik menyebut Nusa Damai sebagai otobiografi perjalanan musik gitaris penggemar film action ini. Di salah satu nomor album ini (“Ruang Dialisis”) Budj melibatkan almarhumah neneknya – yang duitnya pernah dicuri ‘Budjana kecil’ untuk beli gitar (baca edisi Juni) – untuk melantunkan kidung. Tahun ini Budjana juga sudah merampungkan album solo keduanya yang diberi judul “Gitarku” yang tinggal tunggu jadwal rilis aja.

Ditanya tentang gimana membagi waktu antara kegiatannya di GIGI dengan program solonya yang mungkin nantinya akan menyita banyak waktu, misalnya, untuk promo dan konser-konsernya, dia menjawab mantap: “GIGI tetap prioritas utama!” (baca box: Ketika Budjana Harus Memilih).
Ketika Budjana Harus Memilih….

Bak judul sebuah sinetron, begitulah kehidupan Dewa Budjana. Baginya, GIGI merupakan bagian terbesar dari perjalanan karirnya sebagai gitaris. Karena itu, ketika ditanya kemungkinannya untuk cabut dari grup tersebut, dia menjawab dengan mantap. “Nggak mungkinlah aku ninggalin GIGI, kecuali ada kondisi-kondisi yang nggak memungkinkan lagi aku bareng anak-anak GIGI lainnya di Jakarta”. Maksudnya, mungkin aja kan terjadi kasus-kasus seperti di Ambon atau lainnya yang udah menyangkut SARA. Mau nggak mau dia bakal ngacir ke Bali. “Kan nggak mungkin aktivitas GIGI berpusat di Bali”, katanya berandai-andai.

Kekhawatiran mungkin Budjana terlalu berlebihan. Maka, hal itu sebaiknya lebih dilihat sebagai ungkapan rasa cintanya pada GIGI. Atau sekadar basa-basi?

“Selama aku pernah ngengrup sebelum GIGI dan dari pengamatanku pada grup-grup yang ada, kayaknya di GIGI lah ku temui bentuk toleransi yang paling bagus”, begitu alasannya. “Sebetulnya kurang objektif kalo aku yang ngomong soal ini, karena aku ada di dalamnya. Harusnya orang lain ya yang ngomong. Tapi kenyataannya ya gitu itu yang aku rasakan”, sambungnya.

Memang dalam sebuah grup musik selain faktor teknis maupun non teknis, toleransi antar personel adalah faktor yang tak kalah penting. Perjalanan GIGI dari awal terbentuknya memang tidak mulus. Hengkangnya Baron, cabutnya Thomas, keluarnya Ronald, kemudian masuknya Budhy dan Opet dilanjut dengan resign-nya Opet dan kembalinya Thomas merupakan guncangan-guncangan beruntun yang menguji kekokohan GIGI. Dan waktu telah membuktikan bahwa Budjana-Armand cukup tegar dalam mempertahankan eksistensi GIGI.

Seperti diketahui, Dewa Budjana sempat merilis album solo berjudul, Nusa Damai, yang bernuansa personal dan jauh dari unsur komersialisme. Tapi tak tertutup kemungkinan bahwa jenis musik seperti ini suatu saat bakal bisa diterima. Dengan catatan strateginya mendapat perlakuan yang sama. Artinya, di situ ada perencanaan, kerja sama dengan berbagai kalangan, dan lain sebagainya. Ini kan hal yang menarik.

Budjana sendiri bukannya tidak menginginkan kondisi-kondisi seperti itu. Tapi, baginya toleransi hal yang paling penting. “Yang sulit dalam hidup ini kan toleransi…dan di GIGI toleransi itu sangat bagus”, ujarnya. Dia lantas bercerita tentang Armand Maulana yang lebih sering punya peluang untuk berkarier sendiri di luar grup, kayak jadi presenter, model iklan, atau apa pun. Toh kenyataannya peluang itu nggak pernah diambil. Lantas Budhy Haryono, misalnya. Tahun lalu pernah mendapat tawaran untuk ikut konser atau workshop selama beberapa minggu di Australia. Tawaran yang bagus itu nggak diambil karena GIGI jadwalnya lagi padat.

“Aku pun begitu, GIGI adalah prioritas utama. Kalo aku bikin album solo, itu sekadar media untuk menyalurkan ekspresi dan kreativitas aja”, jelas gitaris yang suka traveling ini. “Sifatnya lebih eksklusif, kalo GIGI konsernya bisa padat banget (setahun bisa sampai 68 kali show. red), untuk soloku misalnya dalam bentuk konser gitar okestra setahun cuman empat kali udah cukup buat aku. Sekadar pengen ada aja sebagai simbol album soloku”, sambungnya. “Karena nggak mungkin ngejalanin bareng-bareng dengan kapasitas yang sama. Nggak mungkin bisa didapat dua-duanya”, lanjutnya lagi.
Sumber : gigionline.com

Armand Maulana - Lead Vocal

Nama asli / lengkap : Tubagus Armand Maulana
Tempat / tgl lahir : Bandung, 4 April 1971
Motto hidup : " FIGHT TO GET MY DESIRE "
Vocalis favorit : Massive Attack, William Orbit, Dian Pramana Poetra
Jenis music favorit : Semua jenis musik
Album solo : Kau Tetap Milikku (1992)
Group : NEXT BAND (1990)
TRIO LIBELS (1991)
GIGI (1994 - Sekarang)

Armand MaulanaSelalu timbul pertanyaan di benak Armand kecil saat pimpinan teater musikal tempat doi beraktivitas menunjuknya sebagai pemeran utama di hampir setiap persiapan pementasan teaternya itu. Saking seringnya Armand mengalami hal serupa, tak tertahankan lagi doi memberanikan diri bertanya ama sang pemimpin kenapa doi selalu mendapat bagian peran utama yang notabene (karena formatnya adalah teater musikal) porsi nyanyinya pasti terbanyak ketimbang pemeran-pemeran lainnya. “Pitch kamu sangat bagus Mand, lagian feeling kamu juga kuat”, demikan jawaban yang diperoleh dari sang pemimpin. Dan murid SD yang bercita-cita jadi pilot itu pun cuman manggut-manggut aja. Aktivitas berteater musikal itu berlanjut sampai Armand duduk di bangku SMP.Fenomena serupa muncul kembali saat Armand udah masuk di SMU V Bandung. Doi ngikut vocal group yang dibentuk anak-anak SMU V, dan ama leadernya Armand selalu didaulat sebagai lead vocal. Yaaahh…sama juga nasibnya seperti waktu di teater musikal dulu. Ketika ditanyain ke si leader….jawaban yang diperoleh nggak beda ama jawaban pimpinan teater musikalnya dulu. Pitch ama feeling Armand dinilai cukup kuat.

Di sini Armand mulai menyadari kalo doi memang punya kelebihan di soal olah vokal dan belakangan doi berinisiatif ngajak band pengiring vocal group-nya itu untuk ngebentuk band dengan doi sebagai vokalisnya.

Begitulah lebih kurang cerita awal mulanya gimana Armand Maulana akhirnya memperoleh ‘jabatan’ vokalis di blantika musik Indonesia yang menurut pengakuannya sama sekali nggak kebayang atau terpikirkan sebelumya. Cuma aja sejak SD Armand memang pencinta berat seni musik. Doi selalu ngikutin tren musik dunia, bahkan saat SD – waktu musik rock lagi naik daun banget di awal tahun 80-an – saking gandrungnya doi ama idolanya sampe dibela-belain ngedaftar jadi anggota Genesis Fans Club. Doi waktu itu banyak ngoleksi album-album rock kayak Genesis (so pasti jack!), Rush dan sebagainya.

Menginjak SMP di pertengahan tahun 80-an saat musik jenis fusion mulai membahana, Armand pun nggak ketinggalan. Rak kasetnya pun dijejali dengan album-album jazz, fusion dan sejenisnya.

Tentang vokalis idolanya yang sedikit banyak memberi pengaruh pada dirinya sebagai vokalis Armand buka kartu, “Gua kan nge-fans banget ama Genesis, gua seneng ama vokalnya Peter Gabriel, tapi lebih seneng berat lagi saat vokalnya udah diambil alih ama Phil Collins”. “Mungkin karena touch pop-nya lebih kental”, sambungnya. Sampai sejauh mana pengaruhnya ke karakter vokal Armand? “Kalo ke warna vokal awal-awalnya dulu ada juga sih tapi gua berusaha mencari dan mencari terus warna vokal gua sendiri”, ujarnya. Apalagi belakangan semakin banyak aja vokalis dunia berbobot yang jadi favorit Armand sekaligus bisa juga dijadikan referensi Armand dalam ber-olah vokal seperti Kenny Loggins, Jonathan Davis, David Coverdale dan sebagainya. “Tapi masih ada juga sih yang ngomentarin bahwa saat gua nyanyi tarikan nafas gua kayak Phil Collins”, lanjutnya.

Ditanya mengenai latar belakang pendidikan formal di pasal olah vokal, Armand mengaku nggak pernah sama sekali memperolehnya. Hanya dari pengalaman-pengalamannya aja doi mempelajari dan menemukan sendiri formulasi olah vokal ala Armand, ditambah – tentu saja – kemampuan doi ber-olah vokal yang udah bawaan dari ‘sononya’.

Ada fenomena menarik dari teknik ber-olah vokal Armand. Doi justru sering nemuin teknik ataupun style vokal dari ‘kecelakaan-kecelakaan’ yang doi alami saat manggung maupun rekaman.

Kecelakaan? Ya! Yang dimaksud kecelakaan itu misalnya saat doi manggung, di suatu lagu dia meneriakkan nada tinggi dan dirasakan teriakan itu kok beda ya ama teriakan di lagu yang sama saat bawain lagu itu sebelum-sebelumnya. Tapi yang beda itu dirasa-rasa jadi malah bagus. Dan Armand pun mulai mempelajari ‘kecelakaan’ tadi, setelah itu jadilah cara teriak yang ‘kecelakaan’ itu sebuah ‘jurus’ baru dalam ber-olah vokal bagi Armand.

Seperti saat take vokal di lagu “Kuingin”, Baron sempat berkomentar “Wah suara elo sexy banget Mand!”, Armand pun penasaran. Yang dimaksud suara sexy gua ama si Baron itu suara gua yang gimana sih, pikir Armand. Doi pun mendengarkan berulang-ulang lagu Kuingin tersebut. Akhirnya dapet juga. Ternyata di bagian-bagian tertentu saat Armand melantunkan lagu itu (tak disengaja) suara seraknya keluar. Nah, ini kan kecelakaan. Tapi justru akhirnya jadi salah satu dari ciri khas dan kekuatan vokal Armand.

Kala di panggung bersama GIGI kita sering lihat Armand sambil nyanyi sepanjang konser lari sana lari sini, lompat sana lompat sini nyaris tanpa mempengaruhi kekonstanannya bernyanyi. Nafasnya boleh dibilang sama sekali nggak ngos-ngosan. Apa rahasianya?

Ada satu cerita! Saat Thomas jadi supervisor sebuah band baru, doi sempat minta tolong Armand buat membeberkan rahasia tersebut ke vokalis band baru tersebut, dengan kata lain bagi-bagi ilmulah buat juniornya. Armand sempat bingung, “Lhah, gua harus jelasin gimana? Orang gua sendiri nggak tau gimana gua bisa begitu”, ujar Armand ke Thomas.

Ini jelas pasal pengaturan nafas saat nyanyi. Dan bagi Armand itu berlangsung begitu aja secara alamiah tanpa suatu teori yang baku. Tanpa disadari ternyata Armand memiliki pola pernafasan tertentu yang bikin doi tahan nyanyi banyak lagu sambil terus blingsatan ke seantero panggung.

Sialnya doi nggak bisa ngejelasin hal itu secara teoritis. Misalnya, kalo ngambil nada kayak gini, tingginya segini, ngambil nafasnya begini di kata yang ke sekian. “Mungkin dengan bantuan seorang guru vokal baru bisa nerjemahin teknik-teknik vokal gua ini secara teoritis”, ujar Armand.

Ada rencana ke arah itu? “Sekarang ini belum, pengen juga sih benernya dengan bantuan guru vokal gua tuangin pengalaman ‘kecelakaan’ gua itu ke dalam satu buku secara teoritis”,ungkap pengagum Nabi Muhammad SAW ini. “Mungkin suatu saat nanti”, sambungnya lagi. Iyalah Mand, itung-itung bagi pengalaman buat junior-junior elo.

Kalo soal stage act-nya yang oke punya itu – yang jadi salah satu andalan GIGI saat konser – Armand mengaku nggak tahu mendapat pengaruh dari mana. “Beberapa orang ada yang ngomong gaya gua di panggung kayak Mick Jagger, ada juga yang ngomong kayak vokalisnya Red Hot Chili Pepper (RHCP)”, jelasnya. “Tapi gua nggak punya koleksi video Mick Jagger ataupun Rolling Stones, gua juga nggak pernah nonton secara khusus videonya RHCP. Pernah sih nonton RHCP live yang disiarin di TV, itupun baru-baru aja saat mereka konser di Rusia”, sambung Armand menjelaskan. Menurut penggemar warna merah ini stage act-nya semata-mata berangkat dari tema lagu dan musik yang dibawain, dia dengerin, dihayati, ya udah terus gaya panggungnya ngalir begitu aja tanpa persiapan khusus.”Gua juga nggak pernah belajar dance atau apa yang ada kaitannya ama stage act”, tandasnya.
Sumber : gigionline.com

Rabu, 29 Juli 2009

Pemalak Jalanan

Mereka menggantungkan hidupnya di jalanan, mengais reski dari orang lain dengan cara meminta, pakaian ala kadarya dan dibadan saja. Aku menyebut mereka “Pemalak Jalanan”. Mereka bukan preman dan juga bukan petugas lalu lintas yang harus membayar setiap melintasi jalan tempat mereka mangkal, mereka hanya meminta apa adanya. Mereka juga sama dengan kita, hanya mereka menempuh jalan ini karena dorongan ekonomi dan faktor lingkungan di sekitarnya. Sepanjang jalan di sekitar pusat pertokoan mereka mondar-mandir tanpa arah yang jelas, mata mereka bagai elang yang mencari mangsa, tidak sudut ruangan yang luput dari pandangannya, mereka tidak pandang bulu siapa yang mereka akan tempati mengemis, yang terpikir di kepala mereka adalah hidup, bagaimana cara mereka bisa bertahan dari reski orang lain.

Umurnya yang masih kecil, terpaksa melakoni aktivitas ini, terpikir akan bagaimana nasib anak ini setelah mereka dewasa nanti, apakah mereka bisa hidup. Zaman globalisasi, telah membangun tembok besar bagi kaum miskin dan teori Darwin akan seleksi alam betul adanya. Mereka tahu itu, tapi mereka menganggap dan harus menjalani hidup sebagai ”Pemalak Jalanan”, karena ini nasib mereka. Mereka mengabaikan akan takdir sebagai manusia akan pentingnya berusaha, hanya sebatas inilah yang mereka tahu, ini adalah koridor tempat mereka akan hidup. Seharusnya seumur mereka harus sudah mengenal pendidikan, dan menjadi bagian hidup mereka, tapi justru pendidikan sebagai hambatan mereka.

Sewajarnya mereka tahu program pemerintah tentang pendidikan gratis, seharusnya mereka tahu anggaran pendidikan itu 20 % dari APBN, dan harus ikut andil dalam pelaksanaan dari program itu. Siapa yang harus beritahu mereka, siapa yang harus menyadarkan mereka tentang pendidikan. Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum jika mereka tidak berusaha, dan mereka pemerintah tahu tentang itu, karena mereka sebagai agen dalam sistem itu. Tapi jalan yang mereka tempuh mengalami disorientasi, siapa yang tahu seberapa besar dana yang digunakan dalam pendidikan, yang kita tahu bahwa dari anggaran pendidikan itu 20 %, dan kita tidak tahu dari persentase itu apaklah semuanya betul-betul terealisasi. Terlalu banyak godaan akan hal itu, dan ”Pemalak Jalanan” tahu jika ia memiliki uang itu akan digunakan untuk apa.


Kamis, 16 Juli 2009

( Pita Hitam ) Kado buat Komitmen

Lagi-lagi jadi alasan
Janji semalam lebur oleh waktu
Yang diracik dari bahan lilin
Meleleh oleh amarah sesaat

Untuk apa tercipta Mimpi
Hanya terasa dalam tidur
Mustahil dan belaka
Berubah sewaktu-waktu atas inginmu

Ku pinta dirimu berubah
Aku takut itu terjadi padaku
Ku khayalkan diriku adalah dirimu
Aku bingung memulainya

Untuk dirimu aku bermimpi
Menuntut sedetik senyummu
Ketika di kejauhan aku berdiri memandangmu
Di sebuah padang pasir rekayasa akalku

Jumat, 10 Juli 2009

Tidak percaya dengan Judul lagunya Coklat Band, Aku salah nyontreng.

Hari Selasa, sekitar jam 9.00 malam. Berangkat dari Makassar menuju rumah dengan mengendarai motor yang aku pinjam dari teman. Lumayan motornya bisa mengjangkau rumah. Dengan cepat aku kendarai motor itu, tapi banyak kendala yang dihadapi dihadapi selama perjalanan. Niatnya harus tiba dirumah jam 10 malam, tapi perbaikan jalan yang masih berjalan sampai sekarang menjadi hambatan utama.

“Yah…mau gimana lagi” pikirku.

Walaupun pergantian orang nomor satu di Indonesia tinggal beberapa jam lagi tapi semangat untuk mencontreng ini memmacu adrenalinku untuk cepat tiba di rumah.

“Kan ada jagoan aku di situ”[sambil tersenyum].

Selama perjalanan, maklum jalanan yang dilalui banyak lubangnya, kemudian debu dimana-mana, terpaksa motor yang kukendarai akhirnya ku lambatkan jalannya.

“ Yang penting sampai dengan selamat”

Akhirnya tiba juga di rumah, kulihat jam di handphoneku sudah menunjukkan pukul 10:30 malam, lumayan yang penting sampai.

“ Huh… perjalanan naik motor membuat perutku lapar”

Kemudian aku menuju dapur, mudah-mudahan masih ada makanan yang bisa isi perut kosong ini. Huuh…habis, makanan yang aku inginkan tidak ada. Kuputuskan untuk keluar cari warung, hitung-hitung bisa lihat suasana sebelum pencontrengan besok. Aku bersama dengan adik perempuanku pergi mencari makan, sekalian traktiran buat adik aku yang pengakuannya dia naik kelas. Sepanjang jalan yang aku lalui, aku perhatikan suasana jadi sepi, yang banyak hanya pedagang kaki lima, mungkin sudah tidur pikirku. Besok kan sudah pencontrengan harus punya energi banyak dan kondisi badan yang segar.

Kemudian kuputuskan untuk singgah di warung Sari Laut, hanya warung ini yang aku lihat sepanjang jalan, selainnya hanya pedagang kaki lima. Kondisi perut yang sudah keroncongan tambah lagi sudah ngantuk. Aku duduk di samping adikku, Kemudian aku panggil salah satu pelayan warung.
“ Mas, pesan nasi trus lauknya ayam goreng untuk 2 porsi” kata ku.
“ Sory Mas, kalo ayam sudah habis, tinggal ikan” jawab Pelayan Warung.
“ Ikan aja Mas, Ikan Kakap yah” kataku.
“ Iya Mas, sabar yah” jawab Pelayan Warung.
“ OK” balasku pada pelayan itu.

Sambil menunggu pesananku, aku perhatikan disekitarku. Kupandangi sekitar warung itu yang sudah sepi. Akhirnya pesananku datang, rasa lapar tak tertahan lagi. Kumulai menyantap hidangan itu. Makanannya enak sekali, aku menghabiskan dua piring nasi, ingin rasanya menambah lagi tapi takut jangan sampai uang yang aku bawa tidak cukup untuk membayar harga dari makanan itu. Mendengar harga yang dibayar oleh orang di sampingku, aku beranggapan bahwa uang yang aku miliki cukup. Aku pun tidak pernah memeriksa uang yang aku miliki sebelum aku masuk di warung itu. Kondisi lapar menjadi lupa segalanya. Rasa ngantuk habis menyantap sajian itu tak tertahan lagi, aku mulai berdiri dari tempatku dan aku menuju tempat kasir.

“Mas, berapa totalnya?” tanyaku
“60 Ribu Mas” jawab pelayan

Kemudian aku periksa seluruh saku celanaku, yang ada hanya 50 Ribu. Waduh uang yang yang aku miliki tidak cukup.

“Mas, tidak cukup nih, Cuma 50 Ribu aja, gimana?” tanyaku
Aku sudah periksa semua saku dan hanya itu yang ada. Aku mulai ketakutan, gara-gara tidak cukup uang untuk bayar makanan tidak bisa pulang ke rumah. Dengan raut wajah yang meminta belas kasih dari Si Pemilik warung, akhirnya jawaban yang aku tunggu keluar juga.

“ Ini aja Mas, gak apa-apa” kata pemilik warung itu.
“ Betulan ini Mas, tidak apa-apa” tanyaku berkali kali pada pemilik warung itu.
“ Iya Mas, tidak apa-apa. Jawabnya lagi

Akhirnya aku merasa lega, kemudian aku kembali ke rumah untuk istirahat, harapku kejadian ini tidak terulang lagi selanjutnya.

[HARI PENCONTRENGAN]

Hari yang cerah [tanggal 8 Juli 2009] hari dimana seluruh rakyat Indonesia akan memilih siapa pemimpin yang baru. Aku beranjak dari kamarku menuju dapur untuk sarapan. Jam dinding dirumahku menunjukkan sudah jam 7:00 pagi. Hari ini aku akan ikut memilih jagoanku, mudah-mudahan dia yang terpilih. Setelah menghabiskan sarapanku, kemudian aku bergegas ke kamar mandi, untuk siap-siap pergi ke TPS. Lumayan jarak TPS dari rumahku sekitar 100 meter, bisa dijangkau dengan jalan kaki.

Kemudian aku mengambil kartu yang menunjukkan bahwa aku adalah termasuk DPT yang di bagikan oleh kantor Kelurahan. Dan juga sebagai bukti bahwa kita adalah pemilih di TPS itu.

Sesampai aku di TPS itu, aku memberikan kartu pemilihku pada petugas TPS, kemudian menunggu panggilan untuk mengambil kertas suara. Selang beberapa menit, akhirnya namaku dipanggil juga. Kemudian aku menuju ketempat pengambilan suara. Sedikit ragu dan berdebar-debar karena ini merupakan pertama kali aku memilih dalam PEMILU PILPRES. Saat itu aku sempat terpikirkan judul lagu dari Coklat Band, yang judulnya 5 menit untuk 5 tahun, tidak percaya akan hal itu kemudian aku terpikir bahwa 5 menit adalah waktu yang lama untuk memilih. Pada saat yang sama, aku buka kertas suara itu dan aku langsung contreng, tanpa sadar aku tidak perhatikan isi dari kertas itu. refleks saja aku mencontreng, saat selesai, aku menyadari bahwa yang aku contreng adalah bukan jagoanku yang seharusnya aku pilih, sedikit menyesal tapi terpikir juga bahwa buat apa dirubah atau pun membatalkan pilihanku, tinta merah itu sudah tergaris tanda yang seharusnya bukan pilihanku. Aku sadar bahwa lagu dari coklat benar adanya, karena lebih cepat adalah bukan solusi yang tepat tapi mesti diperhatikan dengan baik. Dan akhirnya aku tidak mencontreng jagoanku.

Aku keluar tertunduk dari TPS, menyesal dengan kejadian yang aku lakukan, kemudian aku mengingat kejadian semalam di Warung Sari Laut itu, terpikir bahwa hari ini aku mengalami kesialan, tapi itu positif bagiku. Aku mendapatkan sebuah hikmah tentang sebuah pilihan.

Sabtu, 10 Januari 2009

lupa itu rezki

Mungkin dalam benak anda pernah terlintas tentang sesuatu hal yang belum terlaksana misalnya janji dengan seseorang, lantaran tak terlaksana menjadikan anda pusing atau tidak bisa konsentrasi pada hal-hal yang lain yang ingin anda lakukan pada saat itu, mungkin anda perlu motivasi dalam bentuk aktivitas yang bisa membuat anda konsentrasi, mungkin saya bisa berbagi dengan anda tentang tips berikut untuk menghindari yang namanya ke-lupa-an:
1.Usahakan dalam melakukan sesuatu didahului dengan niat
2.Kemudian buatlah suatu perencanaan (alir perencanaan)
3.Usahakan dalam melakukan aktivitas dari yang mudah ke yang sulit, agar pikiran tidak terlalu di paksakan.
4.Dalam melakukan pekerjaan dalam keadaan segar supaya tidak mengganggu perencanaan berikutnya
5.Selamat bekerja
Mudah-mudahan tips yang saya tulis ini berguna bagi anda, inipun tidak begitu sempurna sebelum dikerjakan. Semangat aja dalam bekerja..good luck yah....