Rabu, 29 Juli 2009

Pemalak Jalanan

Mereka menggantungkan hidupnya di jalanan, mengais reski dari orang lain dengan cara meminta, pakaian ala kadarya dan dibadan saja. Aku menyebut mereka “Pemalak Jalanan”. Mereka bukan preman dan juga bukan petugas lalu lintas yang harus membayar setiap melintasi jalan tempat mereka mangkal, mereka hanya meminta apa adanya. Mereka juga sama dengan kita, hanya mereka menempuh jalan ini karena dorongan ekonomi dan faktor lingkungan di sekitarnya. Sepanjang jalan di sekitar pusat pertokoan mereka mondar-mandir tanpa arah yang jelas, mata mereka bagai elang yang mencari mangsa, tidak sudut ruangan yang luput dari pandangannya, mereka tidak pandang bulu siapa yang mereka akan tempati mengemis, yang terpikir di kepala mereka adalah hidup, bagaimana cara mereka bisa bertahan dari reski orang lain.

Umurnya yang masih kecil, terpaksa melakoni aktivitas ini, terpikir akan bagaimana nasib anak ini setelah mereka dewasa nanti, apakah mereka bisa hidup. Zaman globalisasi, telah membangun tembok besar bagi kaum miskin dan teori Darwin akan seleksi alam betul adanya. Mereka tahu itu, tapi mereka menganggap dan harus menjalani hidup sebagai ”Pemalak Jalanan”, karena ini nasib mereka. Mereka mengabaikan akan takdir sebagai manusia akan pentingnya berusaha, hanya sebatas inilah yang mereka tahu, ini adalah koridor tempat mereka akan hidup. Seharusnya seumur mereka harus sudah mengenal pendidikan, dan menjadi bagian hidup mereka, tapi justru pendidikan sebagai hambatan mereka.

Sewajarnya mereka tahu program pemerintah tentang pendidikan gratis, seharusnya mereka tahu anggaran pendidikan itu 20 % dari APBN, dan harus ikut andil dalam pelaksanaan dari program itu. Siapa yang harus beritahu mereka, siapa yang harus menyadarkan mereka tentang pendidikan. Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum jika mereka tidak berusaha, dan mereka pemerintah tahu tentang itu, karena mereka sebagai agen dalam sistem itu. Tapi jalan yang mereka tempuh mengalami disorientasi, siapa yang tahu seberapa besar dana yang digunakan dalam pendidikan, yang kita tahu bahwa dari anggaran pendidikan itu 20 %, dan kita tidak tahu dari persentase itu apaklah semuanya betul-betul terealisasi. Terlalu banyak godaan akan hal itu, dan ”Pemalak Jalanan” tahu jika ia memiliki uang itu akan digunakan untuk apa.


Kamis, 16 Juli 2009

( Pita Hitam ) Kado buat Komitmen

Lagi-lagi jadi alasan
Janji semalam lebur oleh waktu
Yang diracik dari bahan lilin
Meleleh oleh amarah sesaat

Untuk apa tercipta Mimpi
Hanya terasa dalam tidur
Mustahil dan belaka
Berubah sewaktu-waktu atas inginmu

Ku pinta dirimu berubah
Aku takut itu terjadi padaku
Ku khayalkan diriku adalah dirimu
Aku bingung memulainya

Untuk dirimu aku bermimpi
Menuntut sedetik senyummu
Ketika di kejauhan aku berdiri memandangmu
Di sebuah padang pasir rekayasa akalku

Jumat, 10 Juli 2009

Tidak percaya dengan Judul lagunya Coklat Band, Aku salah nyontreng.

Hari Selasa, sekitar jam 9.00 malam. Berangkat dari Makassar menuju rumah dengan mengendarai motor yang aku pinjam dari teman. Lumayan motornya bisa mengjangkau rumah. Dengan cepat aku kendarai motor itu, tapi banyak kendala yang dihadapi dihadapi selama perjalanan. Niatnya harus tiba dirumah jam 10 malam, tapi perbaikan jalan yang masih berjalan sampai sekarang menjadi hambatan utama.

“Yah…mau gimana lagi” pikirku.

Walaupun pergantian orang nomor satu di Indonesia tinggal beberapa jam lagi tapi semangat untuk mencontreng ini memmacu adrenalinku untuk cepat tiba di rumah.

“Kan ada jagoan aku di situ”[sambil tersenyum].

Selama perjalanan, maklum jalanan yang dilalui banyak lubangnya, kemudian debu dimana-mana, terpaksa motor yang kukendarai akhirnya ku lambatkan jalannya.

“ Yang penting sampai dengan selamat”

Akhirnya tiba juga di rumah, kulihat jam di handphoneku sudah menunjukkan pukul 10:30 malam, lumayan yang penting sampai.

“ Huh… perjalanan naik motor membuat perutku lapar”

Kemudian aku menuju dapur, mudah-mudahan masih ada makanan yang bisa isi perut kosong ini. Huuh…habis, makanan yang aku inginkan tidak ada. Kuputuskan untuk keluar cari warung, hitung-hitung bisa lihat suasana sebelum pencontrengan besok. Aku bersama dengan adik perempuanku pergi mencari makan, sekalian traktiran buat adik aku yang pengakuannya dia naik kelas. Sepanjang jalan yang aku lalui, aku perhatikan suasana jadi sepi, yang banyak hanya pedagang kaki lima, mungkin sudah tidur pikirku. Besok kan sudah pencontrengan harus punya energi banyak dan kondisi badan yang segar.

Kemudian kuputuskan untuk singgah di warung Sari Laut, hanya warung ini yang aku lihat sepanjang jalan, selainnya hanya pedagang kaki lima. Kondisi perut yang sudah keroncongan tambah lagi sudah ngantuk. Aku duduk di samping adikku, Kemudian aku panggil salah satu pelayan warung.
“ Mas, pesan nasi trus lauknya ayam goreng untuk 2 porsi” kata ku.
“ Sory Mas, kalo ayam sudah habis, tinggal ikan” jawab Pelayan Warung.
“ Ikan aja Mas, Ikan Kakap yah” kataku.
“ Iya Mas, sabar yah” jawab Pelayan Warung.
“ OK” balasku pada pelayan itu.

Sambil menunggu pesananku, aku perhatikan disekitarku. Kupandangi sekitar warung itu yang sudah sepi. Akhirnya pesananku datang, rasa lapar tak tertahan lagi. Kumulai menyantap hidangan itu. Makanannya enak sekali, aku menghabiskan dua piring nasi, ingin rasanya menambah lagi tapi takut jangan sampai uang yang aku bawa tidak cukup untuk membayar harga dari makanan itu. Mendengar harga yang dibayar oleh orang di sampingku, aku beranggapan bahwa uang yang aku miliki cukup. Aku pun tidak pernah memeriksa uang yang aku miliki sebelum aku masuk di warung itu. Kondisi lapar menjadi lupa segalanya. Rasa ngantuk habis menyantap sajian itu tak tertahan lagi, aku mulai berdiri dari tempatku dan aku menuju tempat kasir.

“Mas, berapa totalnya?” tanyaku
“60 Ribu Mas” jawab pelayan

Kemudian aku periksa seluruh saku celanaku, yang ada hanya 50 Ribu. Waduh uang yang yang aku miliki tidak cukup.

“Mas, tidak cukup nih, Cuma 50 Ribu aja, gimana?” tanyaku
Aku sudah periksa semua saku dan hanya itu yang ada. Aku mulai ketakutan, gara-gara tidak cukup uang untuk bayar makanan tidak bisa pulang ke rumah. Dengan raut wajah yang meminta belas kasih dari Si Pemilik warung, akhirnya jawaban yang aku tunggu keluar juga.

“ Ini aja Mas, gak apa-apa” kata pemilik warung itu.
“ Betulan ini Mas, tidak apa-apa” tanyaku berkali kali pada pemilik warung itu.
“ Iya Mas, tidak apa-apa. Jawabnya lagi

Akhirnya aku merasa lega, kemudian aku kembali ke rumah untuk istirahat, harapku kejadian ini tidak terulang lagi selanjutnya.

[HARI PENCONTRENGAN]

Hari yang cerah [tanggal 8 Juli 2009] hari dimana seluruh rakyat Indonesia akan memilih siapa pemimpin yang baru. Aku beranjak dari kamarku menuju dapur untuk sarapan. Jam dinding dirumahku menunjukkan sudah jam 7:00 pagi. Hari ini aku akan ikut memilih jagoanku, mudah-mudahan dia yang terpilih. Setelah menghabiskan sarapanku, kemudian aku bergegas ke kamar mandi, untuk siap-siap pergi ke TPS. Lumayan jarak TPS dari rumahku sekitar 100 meter, bisa dijangkau dengan jalan kaki.

Kemudian aku mengambil kartu yang menunjukkan bahwa aku adalah termasuk DPT yang di bagikan oleh kantor Kelurahan. Dan juga sebagai bukti bahwa kita adalah pemilih di TPS itu.

Sesampai aku di TPS itu, aku memberikan kartu pemilihku pada petugas TPS, kemudian menunggu panggilan untuk mengambil kertas suara. Selang beberapa menit, akhirnya namaku dipanggil juga. Kemudian aku menuju ketempat pengambilan suara. Sedikit ragu dan berdebar-debar karena ini merupakan pertama kali aku memilih dalam PEMILU PILPRES. Saat itu aku sempat terpikirkan judul lagu dari Coklat Band, yang judulnya 5 menit untuk 5 tahun, tidak percaya akan hal itu kemudian aku terpikir bahwa 5 menit adalah waktu yang lama untuk memilih. Pada saat yang sama, aku buka kertas suara itu dan aku langsung contreng, tanpa sadar aku tidak perhatikan isi dari kertas itu. refleks saja aku mencontreng, saat selesai, aku menyadari bahwa yang aku contreng adalah bukan jagoanku yang seharusnya aku pilih, sedikit menyesal tapi terpikir juga bahwa buat apa dirubah atau pun membatalkan pilihanku, tinta merah itu sudah tergaris tanda yang seharusnya bukan pilihanku. Aku sadar bahwa lagu dari coklat benar adanya, karena lebih cepat adalah bukan solusi yang tepat tapi mesti diperhatikan dengan baik. Dan akhirnya aku tidak mencontreng jagoanku.

Aku keluar tertunduk dari TPS, menyesal dengan kejadian yang aku lakukan, kemudian aku mengingat kejadian semalam di Warung Sari Laut itu, terpikir bahwa hari ini aku mengalami kesialan, tapi itu positif bagiku. Aku mendapatkan sebuah hikmah tentang sebuah pilihan.