Sabtu, 26 November 2011

Di Tempat Mana Pun Aku Mengingat-Mu


Hawa pagi ini sungguh menusuk, buatku makin betah di pembaringan tidurku. Semalam aku telat tidur sehingga kedua mata ini sulit untuk dibuka, karena beberapa hari ini aku sibuk dengan tugas-tugas dikantor. Jam setengah 6 pagi, tampak jarum pendek sama panjangnya dengan jarum panjang, mungkin karena letak jarum panjangnya simetris dengan jarum pendeknya. Aku pun lekas bangun dari tempat tidurku, ku usapakan kedua tangan kewajahku, kemudia aku berbalik kearah cermin dengan seksama kuperhatikan wajahku, aku pun berfikir aku cukup tampan juga walaupun aku baru bangun tidur.

Setelah aku merapikan tempat tidurku, aku menuju kamar mandi untuk cuci muka beserta mengambil air wudhu untuk mendirikan sholat shubuh. Walaupun tak sempat tepat waktu, tapi karena keadaan yang tak memungkinkan untuk hadir di masjid, walau letak mesjid dekat dengan rumahku, sekitar 100 meter-an, dapat dijangkau hanya dengan berjalan saja. 

Usai aku mendirikan sholat shubuh, terdengar berkumandang ayat-ayat dari arah pengeras masjid. Aku pun berfikir, salah satu warga kampung di tempat tinggal aku berada telah berpulang ke Rahmatullah, seraya pun aku mengucapkan dalam hati “Innalillahi wa Inna Ilihi Rojiunn”. Sekitar 10 menit ayat itu diperdengarkan, Imam mesjid pun mengumandangkan “Innalillahi Wa Inna Ilihi Rojiunn, telah berpulang ke Rahmatullah, saudara kita, orang tua, dan kerabat kita....”. 

Hingga pengumuman itu usai, aku berjalan menuju teras rumah, menghirup udara segar dipagi hari. Disertai pemandangan hijaunya tanaman padi yang sudah memperlihatkan buahnya, walaupun beberapa saja dalam satu petak sawah, tampak dikejauhan beberapa petani telah mengamati kondisi padi mereka, mudah-mudahan hama tahun ini tidak menyerang, berepa tahun terakhir di kampung kami ini hasil panennya kurang baik, sehingga petani pun berupaya agar hasil panen tahun ini berhasil.

Jam 7 sudah, ibu aku sedang sibuk menyiapkan sarapan untuk kami, tapi aku duduk santai dulu depan teras rumah menikmati pagi ini, hawa dinginnya masih terasa. Kubiarkan adik-adik ku berkemas dan sibuk dengan perlengkapan dan seragam sekolahnya, karena sejak jam 6 pagi mereka sudah di siapkan oleh ibu aku. Di samping aku, telah tersedia teh yang aku ambil dari dapur, teh hasil racikan ibuku dengan beberapa biji kue sebagai pelengkap sarapan pagi ini.

Pagi terasa singkat, aku masih betah menikmati minuman teh ku. Setelah setengah jam-an aku duduk, alarm di handphone berbunyi. Kulihat kelayar handphone ku, alarm  itu merupakan alarm untuk siap-siap ke kantor. Aku pun bergegas ke kamar aku, kemudian aku menuju ke kamar mandi, beberapa menit kemudian aku berpakaian, tapi pakaian ini aku belum setrika, kaena ke-enakan duduk di teras sehingga pakaian yang ingin aku kenakan ke kantor akhirnya aku lupa setrika. Tapi tidak perlu khawatir, ada parfum untuk mengharumkan pakaian yang aku kenakan, walaupun agak kusut yang penting harum.

Jam 8 sudah, aku pun bergegas memanaskan mesin motor milikku, hingga beberapa menit, aku pun meminta izin kepada ibuku, karena aku akan segera berangkat ke kantor. Tak jauh dari rumahku, mereka (red: pengurus mesjid) sedang sibuk membersihkan lingkungan mesjid, yah secara, hari ini ternyata hari jumat. Aku tersadar jika pagi ini aku belum mendirikan sholat sunat Dhuha. Biasanya aku lakukan sebelum berangkat ke kantor, tapi hari ini karena keasyikan menikmati sejuknya hawa pagi hari ini. Jadinya lupa, hehe...

Nantilah, syarat kan juga disunatkan. Tidak dikerjakan juga tidak apa-apa. Tapi sepanjang perjalanan aku terus memikirkan hal itu, hingga aku sampai di kantor, aku pun inisiatif singgah di Mesjid dekat dengan kantor ku berada. Kuperhatikan jam di handphone milik ku, ternyata sisa 10 menit jam 7.30, artinya masih ada sisa waktu untuk mendirikan sholat sunat Dhuha. Hingga doa pun selesai, aku pun segera keluar untuk menuju kantor ku, sekitar 200 meter dari Masjid tempatku sholat.

Tak beberapa lama, beberapa orang menuju arah mesjid. Aku perhatikan seragamnya, mengenakan pakaian sekolah tapi dengan kepala yang berbeda, layaknya untuk mendirikan sholat. Aku ingat, disekitar sini ada sekolah madrasah aliyah. Tapi apa gerangan siswa itu berdatangan ke arah masjid? Aku tahu hari ini hari jum’at, tapi biasanya aktivitas jam segini seharusnya belajar di kelas. Bukan di luar lingkungan  sekolah. Aku pun mengurungkan pikiranku untuk terus menyelidiki maksud dari kedatangan mereka, beberapa menit lagi aku terlambat masuk kantor. Aku pun memacu motor milikku agar tepat waktu sampai di kantor.

Tapi hari ini, banyak kejadian yang membuat kepikiran tentang masjid, tiap harinya kita mengingatnya. Dialah sang Maha yang patut di sembah.

Sabtu, 05 November 2011

Menyibak Makna "Qurban" di Hari Raya Idul Adha

Musim kemarau berganti, kini telah datang musim penghujan. Kini para petani mulai berbenah, berfikir kembali dan berkutik dengan masalah pertaniannya. Alhamdulillah, syukur pun dipanjatkan atas turunnya hujan saat itu, serasa rasa ini tak cukup puas dengan hanya menatap tetesan air yang jatuh dari langit, tanpa merasakan dinginnya.

Kala itu petang, tampak dunia belahan barat meng-orange. Sungguh ketakjuban yang tak ada bandingannya, kuasa Tuhan tidak perlu kita pertanyakan, di sela awan-awan hitam bagai noda bagi dunia, tapi ketakjuban melebihi apapun, tak peduli seberapa banyak air hujan yang akan turun, kami hambamu wahai Tuhan menerima dengan lapang. Sungguh besar rezki mu kepada kami, tapi apa yang telah kami perbuat di dunia ini, kami mengotorinya dengan beribu jenis sampah yang tak kian ada penyelesaiannya, sungguh kami manusia yang tak puas, kuasamu sungguh engkau tampakkan dengan ulah kami sendiri. Terima kasih Tuhan, rezki-Mu tapi kami kufur.

Di awal musim penghujan ini, pemerintah kami mulai berbenah dengan memperbaiki fasilitas pengairan di tempat tinggal kami, perluasan jalan untuk mengurangi kemacetan. Tapi justru tak ada finishing dari rangkaian program kerja itu. Kemana kami harus mengeluh, jika kami mengeluh, mungkin hanya sebuah kata yang harus kami tahu, The Way is The Way. Kami hanya menunggu harapan dari mereka yang duduk, yang katanya memperjuangkan suara kami yang telah memilihnya. Mudah-mudahan saat itu akan datang jua, yang akan membuat bibir kami tersungging tersenyum. Amin.

Maraknya korupsi di negeri kami, kian hari kian menggemeskan. Pembicaraan itu pun jadi sorotan dari pengayuh tukang becak, tukang ojek, hingga forum yang banyak di siarkan oleh TV Swasta, untuk menaikkan rating, atau popularitas dan segala macamnya. Tapi tidak bagi pemulung, pengemis, dan pengamen dan masih banyak lagi yang belum tersebutkan namanya, mereka tetap menikmati hidup mereka dengan profesi masing-masing, menunggu rezki dari uluran tangan yang akan berbelas kasih kepada mereka. Tapi akankah ditengah  belenggu korupsi yang makin marak.

Tapi curhatku, tak cukup sampai ujung dari tulisan ini, hingga ajal pun jemari ku tetap akan menulis, hingga tangan ini habis oleh gesekan keyboard ini...

Slmat menikmati tulisan ini. Peace, love & respect..!!