Sebenarnya tulisan ini ingin aku posting dari kemarin, tapi keterbatasan waktu untuk menulisnya. Mengenai awal aku ingin menulis tulisan ini adalah akumulasi dari beberapa kejadian yang aku dapat saat itu. Tepatnya tanggal 23 Juli 2011, pagi hari ketika aku tiba di kantor tempat aku kerja. Sebenarnya hanya mendengar, bukan merasakan secara langsung. Tapi berita tentang kematian ini cukup membuat aku prihatin dan sedih, ada rasa simpati kepada orang yang mengalami musibah sepeerti ini.
Saat itu aku sedang duduk dekat meja Sekuriti kantor, saat itu sekuriti kantor merupakan pihak yang mengalami musibah itu, salah satu anggota keluarganya kembali kepangkuan sang Khalik, kabar beritanya cukup mengejutkan karena didapatnya hanya lewat via telpon seluler. Setelah mendengar berita dari hasil percakapan Sekuriti dengan keluarganya, aku pun spontan mengatakan “Innalillahi wa inna ilaihi rajiun”. Kalimat ini mesti dikatakan ketika mendengar dan melihat musibah dari saudara-saudara kita, entah siapa dan bgmn latar belakang keluarganya. Menjelang siang, sebuah arak-arakan lewat yang sedang membawa jenazah, dengan sejumlah kendaraan bermotor dan mobil menguasai badan jalan dan menjadikan kondisi jalan menjadi macet, karena beberapa jalur di kuasai oleh arak-arakan jenazah itu.
Ada sisi negative dari tingkah pengarak jenazah itu, seperti penguasaan jalanan yang menganggu pengguna jalan yang lain. Menjelang senja hari, saat itu aku sedang asyik menikmati teh gelas dan snack yang aku beli dari kios sebelah. Saat itu aku sedang berada di bengkel milik temanku, cukup jauh dari tempat aku tinggal. Sambil aku menikmati teh dan snack itu, aku juga sedang menelpon adik aku yang berada di papua.
Setelah beberapa bercerita dengan adik aku. Adzan maghrib berkumandang, aku pun berpamitan dengan adik aku untuk segera pulang ke rumah. Tiba-tiba teman aku, pemilik bengkel itu mengatakan berita kematian dari salah satu dosen tempat kami kuliah dulu. “Inna lillahi wa inna ilihi rajiun”, Simpati, hal pertama yang kulakukan dan terpikir olehku, keinginan tuk segera kembali ke rumah akhirnya ku urungkan. Aku memutuskan untuk ikut melayat setelah sholat maghrib. Beberapa teman yang lain, aku pun berangkat bersama mereka kerumah duka.
Saat itu aku sedang duduk dekat meja Sekuriti kantor, saat itu sekuriti kantor merupakan pihak yang mengalami musibah itu, salah satu anggota keluarganya kembali kepangkuan sang Khalik, kabar beritanya cukup mengejutkan karena didapatnya hanya lewat via telpon seluler. Setelah mendengar berita dari hasil percakapan Sekuriti dengan keluarganya, aku pun spontan mengatakan “Innalillahi wa inna ilaihi rajiun”. Kalimat ini mesti dikatakan ketika mendengar dan melihat musibah dari saudara-saudara kita, entah siapa dan bgmn latar belakang keluarganya. Menjelang siang, sebuah arak-arakan lewat yang sedang membawa jenazah, dengan sejumlah kendaraan bermotor dan mobil menguasai badan jalan dan menjadikan kondisi jalan menjadi macet, karena beberapa jalur di kuasai oleh arak-arakan jenazah itu.
Ada sisi negative dari tingkah pengarak jenazah itu, seperti penguasaan jalanan yang menganggu pengguna jalan yang lain. Menjelang senja hari, saat itu aku sedang asyik menikmati teh gelas dan snack yang aku beli dari kios sebelah. Saat itu aku sedang berada di bengkel milik temanku, cukup jauh dari tempat aku tinggal. Sambil aku menikmati teh dan snack itu, aku juga sedang menelpon adik aku yang berada di papua.
Setelah beberapa bercerita dengan adik aku. Adzan maghrib berkumandang, aku pun berpamitan dengan adik aku untuk segera pulang ke rumah. Tiba-tiba teman aku, pemilik bengkel itu mengatakan berita kematian dari salah satu dosen tempat kami kuliah dulu. “Inna lillahi wa inna ilihi rajiun”, Simpati, hal pertama yang kulakukan dan terpikir olehku, keinginan tuk segera kembali ke rumah akhirnya ku urungkan. Aku memutuskan untuk ikut melayat setelah sholat maghrib. Beberapa teman yang lain, aku pun berangkat bersama mereka kerumah duka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar