Kamis, 10 Maret 2011

Pamali ?

Ibu : “ Nak, kamu punya uang Rp. 5000 ? sambil menyodorkan tangannya kearah anaknya.
Anak : “ Tdk ada, hanya Rp. 20.000, Mau diapakan ?
Ibu : “ Mau melayat kerumah tetangga, anaknya meninggal kemarin.”
Anak : “ Hmmm, kenapa tidak ambil uang yang di warung saja,”
Ibu : “ Tidak boleh, “PAMALI”
Anak : “…?”

Zaman sudah berubah, tdk seperti masa keemasan Sitti Nurbaya, Kata-kata tak di kekang lagi sejak Orde Baru runtuh. Kini Demokrasi melaju, reformasi menjadi tanda perubahan di negeri kita. Namanya lagu kenangan pasti di kenang, kini berbagai jenis aliran music bermunculan (kebebasan berekspresi). Tapi mengapa di negeri kita masih memiliki tingkat kemiskinan yang WAH…, reformasi hanya sebuah gencatan pikiran dan kini malah banyak mengukir banyak masalah. Dan Saat ini aku tak memikirkan negeri ini di kutuk oleh Pejuang-pejuang masa lalu yang telah banyak berjasa. Atau kah masyarakat kita masih menjunjung makna “Pamali” (must think, How ?)

Pamali…?

Sekarang aku masih berpikir tentang defenisinya, asal muasalnya seperti apa dan kejadian munculnya seperti apa. Tidak ada jawaban logis untuk membuktikan wujudnya. Percaya atau tidak, coba saja lihat bayanganmu di permukaan air sumur, apakah masih percaya dengan apa yang kamu lihat. Dan jawabannya pasti ilmiah, karena memiliki sifat yang sama dengan cermin.

Apakah pamali yang telah mengakar akan hilang..?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar